Haji Misbach Melawan Penista Agama Tahun 1914-1917

Haji Misbach Melawan Penista Agama Tahun 1914-1917

Adhytiawan Suharto*

Sebelum munculnya gerakan komunis ke dalam arena politik pergerakan Hindia Belanda terlebih dahulu diawali dengan munculnya penistaan agama Islam yang dilakukan kaum Sekuler. Kasus pertama muncul di akhir tahun 1914 oleh redaktur surat kabar Kristen Mardhi Rahardjo yang terbit di Magelang, yang menulis bahwa Nabi Muhammad SAW bukan seorang nabi. Kemudian di tahun 1916 Haji Misbach selaku ‘Hoofdredacteur’ [Pemimpin Redaksi] Medan Moeslimin pernah mendapat sabotase dari kaum sekuler yang menamakan dirinya perwakilan dari perhimpunan Ngroetiksowo yang didirikan oleh surat kabar Djawi Kondo di Solo. Peristiwa yang paling tersiar kemudian adalah ketika ada seorang perempuan belanda dari Surabaya bernama Bertha Walbhem mengatakan bahwa agama Islam itu busuk. Peristiwa ini mendapat perlawanan dari berbagai pihak terutama oleh Haji Misbach di Solo dan Haji Fachroedin dari Yogyakarta. Pada 15 Januari 1917 di Surabaya juga terjadi perusakan masjid, peralatan masjid dicuri, mimbar dirobohkan dan Al-Qur’an di bakar. Beberapa persitiwa ini muncul sebelum gerakan komunis menampilkan wajah aslinya.

Tanggal 1 Januari tahun 1917, Haji Misbach seorang ‘Hoofdredacteur’ surat kabar Medan Moeslimin mulai merintis propaganda radikal yang bernama Islam Bergerak. Propaganda ini berbentuk surat kabar Islam yang didirikan di Surakarta, untuk memberitahukan kaum Muslimin akan pentingnya perjuangan dan dakwah Islam. Sebelumnya pada awal tahun 1915 Haji Misbach sudah mendirikan surat kabar Medan Moeslimin yang telah berhasil mengambil hati Kaum Muslimin untuk menjalankan Syariat Islam sehari-hari. Medan Moeslimin bisa dikatakan sudah terkenal dan sukses, akan tetapi Haji Misbach menginginkan untuk melahirkan suatu organ yang lebih radikal dan propagandis yaitu surat kabar Islam Bergerak.

Islam Bergerak dibentuk oleh empat orang anak muda asal Surakarta, dan di antara mereka adalah lulusan pondok pesantren Jamsaren Surakarta. Mereka adalah Koesen, Tohir, Djojodiko dan Haji Misbach yang masing-masing dibagi menjadi Redaktur dam penanggung jawab Redaktur.1  Haji Misbach lebih aktif dalam Islam Bergerak dan semua penggeraknya adalah anak-anak muda yang bisa dikatakan teman-teman Haji Misbach sendiri. Aktivitas yang lebih padat dalam Islam Bergerak, membuat Haji Misbach mulai menyerahkan surat kabar Medan Moeslimin pada gurunya sendiri yakni Haji Hizamzaijni sebagai ‘Hoofdredacteur’.

Pada bulan Desember tahun 1916 Medan Moeslimin telah mendapat serangan dari salah satu surat kabar sekuler di Surakarta. Surat kabar tersebut adalah Djawi Kando yang menyerang Redaktur Medan Moeslimin dengan alasan yang tidak jelas. Serangan itu di mulai ketika Redaktur Medan Moeslimin menerima utusan dari perhimpunan Ngroektisowo, utusan tersebut bermaksud untuk menguasai Medan Moeslimin, akan tetapi Redaktur Medan Moeslimin tidak setuju dengan perwakilan tersebut, sebab sampai pada tahun 1917 Medan Moeslimin masih besar dan pelanggannya masih sangat banyak. Setelah menolak perwakilan atau utusan dari perhimpunan Ngroektisowo tersebut, surat kabar Medan Moeslimin mendapat serangan dari surat kabar Djawi Kando.2  Namun demikian, Medan Moeslimin tetap eksis dengan dakwah Islamnya dan masih banyak yang menjadi pelangganya sampai pada tahun 1917.

Pemikiran yang mengawali lahirnya surat kabar Islam bergerak adalah dari dua anak muda yakni Koesen dan Haji Misbach, mereka melihat beberapa kondisi saat itu yang terjadi di Hindia Belanda. Alasan Haji Misbach dan Koesen saat itu adalah banyaknya orang-orang yang menghujat agama Islam. Kondisi tersebut diawali pada bulan Desember tahun 1916, ada seorang perempuan Belanda yang menghina agama Islam, ia adalah Nona Bertha Walbheem yang mengatakan bahwa agama Islam itu busuk. Bertha Walbheem juga mengatakan bahwa agama yang suci itu adalah agama Budha, yang disempurnakan oleh agama Kristen. Nona Bertha Walbheem menyeru kepada orang-orang Islam di Hindia Belanda agar membuang agama Islam dan pindah memeluk agama Kristen.3

Selain tindakan Nona Bertha Walbheem yang telah menista agama Islam, Koesen dan Haji Misbach juga melihat peristiwa perusakan masjid di Surabaya yang terjadi pada Januari tahun 1917. Sebuah masjid di Surabaya dirusak oleh pihak yang tidak diketahui, kitab suci Al-Qur’an dirobek lalu dibakar, rak dan mimbar masjid dirobohkan, empat lampu gantung milik masjid dicuri, tiga lampu tembok, lima tikar milik masjid semuanya juga telah hilang. Selain itu satu bangku untuk memandikan jenazah juga dirusak. Menurut Haji Misbach dan Koesen, persitiwa ini adalah hinaan besar bagi agama Islam, dan telah melecehkan seluruh Kaum Muslimin.4

Faktor lain yang memperkuat Koesen dan Haji Misbach dalam melahirkan surat kabar Islam Bergerak yakni, pada bulan Desember tahun 1914 ketika surat kabar Kristen Mardhi Rahardjo sering mempermasalahkan ajaran agama Islam. Kasus pelecehan agama Islam juga pernah dilakukan oleh surat kabar Kristen yang terbit di Magelang itu. Mereka pernah menulis bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang Nabi, karena tidak bisa membaca dan menulis. Dalam perkara ini Haji Misbach sudah meluruskanya dalam Medan Moeslimin No.9 yang terbit tahun 1915.5

Alasan-alasan tersebut adalah latar belakang bagi terbentuknya surat kabar Islam Bergerak, agar agama Islam tidak dihina dan dilecehkan kembali. Islam Bergerak diterbitkan bukan untuk tunduk kepada kaum Pemodal, akan tetapi Islam Bergerak lahir untuk kemajuan agama Islam.6

Kasus penistaan agama Islam juga membuat marah hati Kaum Muslimin khususnya di Surakarta. Tidak lama setelah kejadian Nona Bertha Walbheem yang mengatakan agama Islam itu busuk, di Surakarta juga muncul penghinaan agama Islam dalam surat kabar Djawi Kando dan Djawi Hisworo yang terbit pada bulan Maret tahun 1917. Penistaan agama Islam di kedua surat kabar tersebut muncul di kolom iklan yang menjual poster gambar wajah Nabi Muhammad SAW. Iklan gambar wajah Nabi Muhammad SAW dijual dengan harga f100, jika membeli 10 poster akan dapat 10 paket. Iklan itu juga menjual kitab suci karangan Nabi Muhammad SAW seharga f 10.000, mereka muncul atas nama Djojopenantas Co Toean A.A Beidenbrock.7

Iklan tersebut telah menggoncangkan hati Kaum Muslimin, karena sebelumnya tidak ada yang mengetahui wajah Nabi Muhammad, dan juga tidak ada kitab suci karangan Nabi Muhammad. Setelah geger masalah ini di Surakarta, Haji Samanhudi mengirim telegram kepada perwakilan Turki di Weltevreden. Haji Samanhudi bertanya pada perwakilan Turki tersebut, apakah ada gambar wajah Nabi Muhammad sebelumnya. Setelah itu Haji Samanhudi mendapat balasan dari perwakilan Turki yang menjawab bahwa di seluruh dunia ini tidak ada gambar wajah Nabi Muhammad dan juga tidak ada kitab suci karangan Nabi Muhammad. Jadi sangat jelas bahwa iklan tersebut adalah bentuk penistaan agama Islam dan pelecehan kepada Nabi Muhammad SAW.8

Kasus penistaan agama ini juga menyita perhatian dari Muhammadiyah di Yogyakarta. Seorang aktivis muda Muhammadiyah menulis opini dalam surat kabar Islam Bergerak dan Kaoem Moeda, ia adalah Haji Fachroedin seorang aktivis muda militan dari Yogyakarta yang merasa kesal dengan banyaknya kasus penistaan agama Islam di awal tahun 1917.9 Menurut Haji Fachroedin, Bertha Walbheem telah menjatuhkan simbol orang Jawa yakni kitab suci Al-Qur’an. Haji Fachroedin menyuruh Bertha Walbheem untuk membaca Al-Qur’an dan menarik perkataanya bahwa agama Islam itu busuk. Sebab menurut Bertha Walbheem kitab suci Al-Qur’an adalah penyebab utama kaum Jawa jauh dari kemajuan dan dekat dengan kebodohan.10

Munculnya persitiwa penistaan agama ini, secara tidak langsung telah mempersatukan Kaum Muslimin. Surat kabar Islam Bergerak telah berhasil menjadi medium bersama Kaum Muslimin, tulisan opini dari perhimpunan Islam seperti Muhammadiyah di Yogyakarta, Hilal-Ahmar di Surabaya, dan Pondok Pesantren Jamsaren di Surakarta sering memenuhi kolom-kolom Suara Islam dalam Islam Bergerak. Sampai pada akhir tahun 1917, Haji Misbach telah menjadi tokoh muda Islam yang terdepan membela agama Islam.[Red : Tori Nuariza]

 

*Adhytiawan Suharto merupakan peneliti Studi Wawasan Islam (SWI) bidang Sejarah dan Pergerakan [http//:swionline.net/]. Ia merupakan lulusan S1 jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta

 

 

Catatan Kaki :

  1. [Koesen, “Islam-Bergerak”, Islam Bergerak, 20 Januari 1917.]
  2. [Soemarso, “Soerat Terboeka”, Islam Bergerak, 20 januari 1917.]
  3. [Koesen, “Islam-Bergerak Samboengan I.B No.3”, Islam Bergerak, 1 Februari 1917.]
  4. [Koesen, “Bunga Rampai Oentoek I.B Serba Sedikit”, Islam Bergerak, 10 Februari 1917.]
  5. [Koesen, “Agama Islam Boeat Tali Keroekoenan”, Islam Bergerak, 20 Februari 1917.]
  6. [ Koesen, “ Islam Bergerak Samboengan I.B No.4”, Islam Bergerak, 10 Februari 1917.]
  7. [“ Gambarnja S.A.W Kangdjeng Nabi Mochammad”, Djawi Hisworo, 11 Mei 1917.]
  8. [“Menggontjangkan Hati Kaoem Moeslimin”, Djawi Hisworo, 23 Maret 1917.]
  9. [Haji Fachroedin adalah seorang aktivis muda Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta. Ia merupakan orang kepercayaan Haji Ahmad Dahlan dan mulai diangkat menjadi Sekretaris yang pertama bagi perhimpunan Muhammadiyah. Karena sering menulis opini dalam surat kabar Islam Bergerak dan tertarik dengan pemikiran Haji Misbach akan propaganda Islam, Haji Fachroedin mulai aktif menjadi redaktur Islam Bergerak pada April 1918. Haji Fachroedin merupakan sosok yang berpengaruh terhadap pemikiran Haji Misbach tentang Masyarakat dan Syariat Islam. Ketika muncul propaganda Komunis pada tahun 1922, Haji Fachroedin adalah sahabat pertama Haji Misbach yang memberi peringatan akan bahayanya ideologi Komunis. Tentang Haji Fachroedin lihatJ.TH.Petrus Blumberger, De Nationalistische Beweging In Nederlandsch-Indie (Harleem: H.D Tjeenk & Zoon NV, 1931), hlm 75-85.]
  10. [ Haji Fachroedin, “Toeroet Tjampoer”, Kaoem Moeda, 13 Januari 1917.]