Peranan Haji Samanhudi Membentuk  Sarekat Islam Di Surakarta Tahun 1912

Peranan Haji Samanhudi Membentuk  Sarekat Islam Di Surakarta Tahun 1912

Oleh : Adhytiawan Suharto, S.S

 

Untuk menceritakan sejarah Haji Samanhudi dan Sarekat Islam kita tidak bisa lepas dari kondisi konflik sosial yang cukup parah di Surakarta pada paruh waktu tahun 1911-1912. Sosok Haji Samanhudi sendiri lahir karena adanya proses konflik tersebut, ia muncul sebagai pengayom Kaum Jawa yang miskin dan Kaum Kromo (kuli, buruh , pekerja, dll) yang membutuhkan perlindungan dari Kaum Cina dan para Polisi Belanda. Satu kelebihan Haji Samanhudi yang tidak dimiliki oleh Kaum Jawa pada saat itu adalah harta kekayaan yang sangat melimpah, melalui hartanya itu ia mendirikan distrik bisnis Muslim di Laweyan, Nusukan, Gading, Gandekan, Wirjodiningratan, dll. Berikut adalah kisah singkat Haji Samanhudi sebagai pelindung Kaum Jawa dan pengayom masyarakat Surakarta di tahun 1912.

Sarekat Islam di Surakarta mulai terbentuk atas terjadinya konflik sosial di kalangan Kaum Bumiputera dengan Kaum Cina. Pada tahun 1912, banyak terjadi perkelahian yang berujung pada pembunuhan, pemukulan serta tindakan boikot. Persinggungan yang cukup tajam ini mula-mula terjadi di dalam internal perkumpulan Kong-Sing. Perkumpulan tersebut beranggotakan Kaum Bumiputera dan Kaum Cina, yang bertujuan mengurusi masalah kematian dan keamanan. Perkumpulan Kong-Sing sendiri didirikan oleh Kaum Cina pada tahun 1911 di Surakarta. Perkumpulan tersebut mulai membesar dan akhirnya dibagi menjadi dua bagian yakni Kong-Sing Pribumi dan Kong-Sing Cina. Tidak lama setelah perkumpulan tersebut membesar, konflik sosial mulai terjadi ketika kaum Cina hanya mau melakukan tolong-menolong antar sesama kaumnya. Sikap dan rasa bangga terhadap bangsa Cina mulai kuat ketika di tahun 1912 muncul berita bahwa telah ada deklarasi pendirian Republik Tiongkok. Tepat Pada tanggal 1 Januari 1912, Dr. Sun Yat Sen mendirikan Republik Tiongkok, yang telah berhasil mengusir penjajah dari tanah Cina. Kemudian berita itu tersebar sampai ke Hindia-Belanda, hampir semua surat kabar melayu, Belanda, Cina turut memberitakannya.

Di luar konflik perkumpulan Kong-Sing, kondisi ekonomi juga berpengaruh bagi nasib kaum bumiputera di Jawa. Di tahun 1911, Konglomerat Cina yang bernama Sie Dhian Ho mulai mendirikan cabang bisnisnya di Surakarta. Sie Dhian Ho mulai terlihat ingin menguasai ekonomi secara luas ketika terdengar deklarasi Republik Tiongkok di awal tahun 1912, ia kemudian mulai membuka berbagai macam bisnis seperti percetakan buku, alat tulis, dan surat kabar. Aksi untuk menguasa bisnis ini juga mulai terdengar, ketika terjadi kerusuhan di Surabaya di sepanjang bulan April sampai Oktober tahun 1912. Kerusuhan bermula ketika toko-toko Cina mulai berani melawan firma-firma milik orang Eropa. Tidak terkecuali bisnis perdagangan milik orang Arab juga mulai dikuasai oleh Kaum Cina di Surabaya.

Akibat dari bangkitnya Kaum Cina di Surabaya terjadi persitiwa kerusuhan yang cukup parah antara Kaum Cina dan Arab. Tokoh saudagar Arab yang terkenal paling kaya di Surabaya adalah Hasan Ali Soerati, mengalami kerugian ekonomi dan beberapa tokonya bangkrut. Para anak buah Hasan Ali Soerati kemudian sering melancarkan pukulan ke arah para pedagang Cina, yang akhirnya berujung di meja pengadilan. Hasan Ali Soerati merupakan tokoh pelopor berdirinya Sarekat Islam Surabaya dan orang yang membiayai seluruh kegiatan Tjokroaminoto dalam menyebarkan Sarekat Islam (SI) di Jawa Timur di tahun 1912-1913.

Di Surakarta juga ada seorang tokoh yang mengalami peristiwa seperti  Hasan Ali Soerati, Ia adalah Haji Samanhudi, orang yang berada di tengah-tengah pusaran konflik antara kaum Cina dan Jawa di Surakarta. Pada Januari 1912, Haji Samanhudi memutuskan keluar dari keanggotaan Kong-Sing dan mulai mendirikan perkumpulan Rekso Roemekso. Perkumpulan ini dikhususkan untuk kaum pribumi yang bertujuan meningkatkan keamanan dan tolong-menolong. Kerusuhan dan perkelahian seperti di Surabaya pun tidak terhindarkan, ketika pengusaha Cina yang bernama Sie Dhian Ho mulai membuka bisnis perlengkapan rumah tangga dan alat-alat tulis di Surakarta. Toko-toko milik para saudagar batik Laweyan kemudian mengalami kerugian, kejadian ini membuat anggota Rekso Roemekso marah dan sering melancarkan pukulan kepada karyawan milik Sie Dhian Ho.

Arena perkelahian selanjutnya berlanjut sampai di tengah pemukiman saudagar batik di Kampung Laweyan, orang-orang Jawa dan Cina telah menaruh kebencian satu sama lain. Kaum Cina tiba-tiba datang secara gerombolan ke Kampung Laweyan dan memukuli para pedagang batik yang sedang bekerja. Kejadian ini mendapat perhatian dari polisi, tetapi tidak ada yang ditangkap dalam peristiwa ini. Sebagian berpendapat perkelahian ini terjadi akibat marahnya kaum Jawa saat mendengar pendirian Republik Tiongkok. Mereka merasa tidak mendapat perlindungan karena saat itu Hindia Belanda masih belum merdeka seperti Tiongkok.

Peristiwa perkelahian antar sesama pedagang ini telah memunculkan dendam bagi kedua belah pihak. Pada malam hari beberapa titik kampung di Surakarta sering terjadi pembunuhan senyap, seperti yang terjadi di Kampung Gading pada pukul 10 malam, ada seorang Cina sedang berjualan kacang goreng, lalu tiba-tiba ditikam dari belakang oleh seorang Jawa yang bernama Djoemadi warga Wirjodiningratan. Kejadian serupa juga terjadi di Kampung Gandekan dan Nusukan, Kaum Cina melakukan pembunuhuan senyap kepada Kaum Jawa.7 Selain pembunuhan senyap di malam hari, konflik yang paling tersiar dalam surat kabar Melayu adalah peristiwa perkelahian besar antara Cina dan Jawa di Waroengmiri pada tanggal 15 September 1912 yang melibatkan tentara dari Mangkunegaran. Perkelahian besar tersebut sampai terdengar ke meja Assistent Resident Surakarta, karena kaum Cina melaporkan kejadian pemukulan yang dilakukan Jawa di Waroengmiri.8

Akibat dari peristiwa Waroengmiri, pada tanggal 28 September 1912 di kampung Gandekan terjadi perkelahian yang cukup hebat antara tentara Mangkunegaran dengan kaum Cina. Dua orang tentara Mangkunegaran tiba-tiba dikeroyok oleh Kaum Cina hingga dua tentara tersebut mendapat luka berat. Kejadian serupa juga terjadi di Kampung Kadipiro, ada seorang tentara Mangkunegaran yang tiba-tiba dicaci maki oleh Kaum Cina di tengah jalan, dan di sebelah Timur kampung Gandekan, seorang tentara Mangkunegaran diserang dan dilempari batu oleh Kaum Cina.9

Perkelahian Cina-Jawa tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun juga di kalangan remaja dan anak-anak. Kejadian tersebut terjadi di Waroengmiri, ada seorang anak jawa bernama Karjoesoemito ketika keluar rumah tiba-tiba ia dipukul oleh gerombolan anak-anak Cina dan mendapat luka yang cukup berat. Seorang remaja Cina bernama Tjia Hok Tjiang dan Tjien jong kemudian dilaporkan kepada Assitent Resident Surakarta akibat kejadian ini.10

Dari banyaknya kejadian pembunuhan dan perkelahian, maka sangat wajar bila kaum bumiputera mulai menghimpun diri dalam suatu perkumpulan yang bersifat solidaritas dan tolong-menolong antar sesama kaum Jawa. Rekso Reomekso telah menjawab kegelisahan ini, dan Haji Samanhudi adalah seorang tokoh muslim pelindung kaum Jawa, karena ia memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki kaum Jawa lainya. Kelebihan itu seperti harta kekayaan yang melimpah, dan memiliki hubungan dekat dengan pegawai kepatihan Surakarta. Ada beberapa pegawai kepatihan yang mendukung dan simpatik terhadap gerakan Haji Samanhudi dalam mempertahankan Rekso Roemekso, di antaranya seperti Raden Martodharsono, Raden Djojomargoso, dan Raden Ngabehi Hasmoetani.11 Mereka  tertarik dengan pribadi Haji Samanhudi yang dermawan dan turut membantu memajukan perekonomian kaum Jawa di Surakarta.

Demi mewujudkan Rekso Roemekso menjadi organisasi yang modern dan diakui pemerintah, maka R. Djojomargoso dan R. Marthodarsono segera membantu Haji Samanhudi. R. Djojomargoso kemudian meminta R. Marthodarsono untuk menghubungi Raden Mas Tirtoadisoerjo di Bogor. Perlu diketahui, R. Marthodarsono sebenarnya juga tidak mengerti bagaimana cara membuat status sebuah perkumpulan, oleh karena itu ia meminta R.M Tirtoadisoerjo untuk membuat status hukum Rekso Roemesko. R.M Tirtoadisoerjo sudah berhasil membuat status hukum Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor, ia diharapkan bisa membantu membuatkan status hukum dari Rekso Roemekso. R. Marthodarsono sendiri sejak Januari 1912 merupakan Redaktur dari surat kabar Medan Priyayi, dan pada Februari 1912 ia sudah mulai menerbitkan Surat Kabar Djawi Hisworo di Surakarta.12 Dari pengalaman jurnalistik itulah R. Marthodarsono bisa mendapat akses kepada R.M Tirtoadisoerjo di Bogor.

Pada bulan April 1912 kemudian berdiri Sarekat Islam di Surakarta, dan secara umum tidak ada perbedaan di awal antara Rekso Roemekso dengan Sarekat Islam, mereka tetap melakukan ronda dan menjaga keamanan kampung Laweyan. Hanya ada beberapa perbedaan yang menonjol saat itu yakni ketika SI mulai menerbitkan surat kabar Sarotomo pada tanggal 10 Juni 1912 dan mulai mendirikan toko-toko SI di Surakarta. Surat kabar Sarotomo diresmikan pertama kali sebagai surat kabar milik SI yang terbit dalam bahasa Jawa, surat kabar tersebut terbit satu minggu dua kali dan dicetak oleh Firma H. Buning di Yogyakarta. R.M Tirtoadisoejo kemudian diminta sebagai Hoofdredacteur Sarotomo di Bogor, R. Marthodarsono di Surakarta dan Wigjohardjo di Yogyakarta.13

Selain surat kabar Sarotomo sebagai simbol modernisasi dari SI, pada bulan April sampai dengan Juli 1912, SI sudah melakukan beberapa pembangunan dalam beberapa sektor. Di kampung Laweyan, Haji Samanhudi mendirikan Masjid yang dinamai ‘Masjid Sarekat Islam’. Masjid ini selain digunakan Shalat lima waktu, bisa berguna untuk menyantuni Kaum Muslimin yang sudah tidak memiliki keluarga dan kerabat. Masjid Sarekat Islam ini juga berfungsi untuk mengurus kematian.14 Sistem penerimaan lid SI dengan membayar uang iuran pun juga mulai diatur. Bagi seorang muslim yang ingin mendaftar menjadi lid SI hanya perlu membayar f 0,3 sampai f 1. Sampai pada 30 Juli 1912 diperkirakan Kaum Muslimin yang sudah menjadi lid SI berjumlah 80.000. Bilangan ini ditaksir dari penduduk muslim di Surakarta dan sekitarnya, karena hampir seluruh kaum Jawa yang beragama Islam sudah bergabung dengan SI.15

Warga kampung Donokusuman yang sudah menjadi lid SI  kemudian mulai mendirikan Toko-toko SI. Dana untuk mendirikan toko-toko ini berasal dari  Koperasi SI yang berpusat di rumah Raden Ngabehi Hasmoetani. Peran Haji Samanhudi dalam memberikan modal Koperasi SI tersebut memiliki jumlah yang bisa dikatakan cukup besar yakni f 3000, dan masing-masing kampung di Surakarta yang ingin mendirikan toko SI diberikan modal sebesar f 500 per wilayah.16 Usaha-usaha ini cukup berhasil di masa-masa awal pembangunan SI di Surakarta. Nama baik SI akhirnya mulai tersebar di wilayah sekitar Surakarta dan berhasil menarik simpatik masyarakat muslim Jawa.

Dibalik keberhasilan pembangunan fase awal SI, ternyata masih ada rasa kebencian dari pihak yang pernah bermusuhan sewaktu SI masih menjadi Rekso Roemekso. Fitnah yang dilancarkan kepada SI mulai muncul pada bulan September 1912, mereka adalah Kaum Cina yang mulai tidak senang dengan merebaknya bisnis toko SI di Surakarta. Kaum Cina menghasut masyarakat Jawa bahwa SI adalah perkumpulan yang bertujuan untuk menindas orang-orang Kristen. Selain itu ada isu yang terdengar bahwa SI hendak merubuhkan keraton Solo supaya bisa mendirikan Republik seperti yang ada Cina, dan isu yang paling tidak disukai oleh lid SI adalah bahwasanya perkumpulan SI bermaksud untuk membuat huru-hara untuk melawan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.17 Isu dan fitnah ini jelas dilancarkan oleh kaum Cina yang tidak senang jika Kaum Muslimin mulai maju dalam perniagaan dan perkumpulan.

Isu yang telah mencoreng nama baik SI ini, terdengar sampai para penguasa di tingkat Resident. Van Wijk yang saat itu menjadi Resident Surakarta juga merasa khawatir atas berbagai pemberitaan surat kabar Cina yang menyudutkan nama SI. Dalam surat kabar Taman Pewarta No.106 disebutkan bahwa perkumpulan SI di Laweyan harus dibubarkan karena menimbulkan huru-hara antara Jawa dan Cina. Surat kabar Taman Pewarta tersebut juga menyudutkan surat kabar Sarotomo yang dikatakan sebagai pemicu dari munculnya huru-hara.18 Surat kabar Taman Pewarta merupakan surat kabar milik pengusaha Cina Sie Dhian Ho.19

Pada tanggal 10 Agustus 1912, Resident Van Wijk, Assistent Resident Hartevelt, bersama para komisaris polisi, penewu, dan Camat Laweyan melakukan penggeledahan ke rumah Presiden SI Haji Samanhudi dan Sekretaris SI Raden Ngabehi Djojomargoso. Hasilnya tidak ada yang mencurigakan, hanya ditemukan beberapa helai kertas dan surat undangan rapat. Resident bersama jajaranya kemudian juga menggeledah kantor surat kabar Sarotomo di Purwosari. Di sana Resident juga tidak menemukan benda mencurigakan, hanya ditemukan rekening alat tulis dan daftar pelanggan. Pemerintah menyimpulkan bahwa SI merupakan perkumpulan yang tidak mempunyai maksud seperti yang telah ditudingkan oleh Kaum Cina dalam surat kabar Taman Pewarta, yakni melawan pemerintah.20

Pada tanggal 22 Agustus 1912, Resident Van Wijk kemudian mengeluarkan surat keputusan yang maksudnya membolehkan perkumpulan SI kembali aktif, tetapi dengan syarat tidak boleh menerima lid baru. Walaupun Resident tidak menemukan bukti bahwa SI merupakan perkumpulan yang bertujuan melawan pemerintah, akan tetapi sebenarnya ada beberapa kejadian yang membuat hati Resident tidak senang dengan perkumpulan ini. Kejadian bermula pada peristiwa pemogokan yang terjadi di wilayah Krapyak. Para kuli yang tergabung dalam SI mulai berani melakukan mogok karena mereka merasa akan di tolong oleh sesama lid SI jika terkena masalah. Pada tanggal 10 Agustus 1912, di perkebunan Tembakau Krapyak puluhan kuli melakukan pemogokan karena adanya aturan baru yang merugikan mereka. Pekerjaan yang akan dikontrak selama 9 bulan, hanya dibayar pada waktu kerja selama 7 bulan. Satu minggu seorang kuli hanya dibayar f 15 dan dipotong 10 Cent sehari.21 Kondisi ini membuat para kuli yang tergabung dalam lid SI mulai berani kepada pemerintah.

Resident Surakarta juga melihat munculnya sebuah perkumpulan baru di kampung Gading yang bernama Soetarso Moeljo. Perkumpulan tersebut terdiri dari para anak muda dan remaja Jawa yang bertujuan menjaga keamanan kampung. Pada tanggal 17 Agustus 1912, terjadi perkelahian hebat yang dilakukan para remaja Jawa dan Cina di kampung Gading. Perkelahian tersebut dipicu oleh perkumpulan Soetarso Moeljo yang tidak terima jika anak-anak Cina masuk di wilayah mereka. Hubungan antara Soetarso Moeljo dengan SI terjadi ketika orang tua mereka merupakan lid SI yang mendukung perkelahian tersebut. Kasus selanjutnya yang membuat hati Resident tidak senang adalah saat kepala kampung yang juga merupakan lid SI, kalau membuat vergadering di kampungnya mulai berani tidak meminta izin atau Rapport kepada polisi.22 Kasus yang terjadi diatas bukanlah perintah dari bestuur SI, melainkan pribadi yang berstatus sebagai lid SI. Keputusan dan kebijakan merupakan di luar tanggung jawab SI.

Sampai pada bulan September 1912, ranah gerak SI di Surakarta semakin sempit. Pemerintah kemudian mengancam untuk membubarkan SI hanya karena permasalahan kecil yang muncul di beberapa wilayah di Surakarta. Namun, suara-suara kaum Jawa tentang kabar adanya SI sudah tersebar di beberapa kota besar, seperti di Batavia seorang redaktur surat kabar Pantjaran Warta mulai mendengar perkembangan perkumpulan yang ada di Surakarta tersebut.23 Redaktur tersebut adalah Marco Kartodikromo seorang jurnalis revolusioner yang akan membangkitkan semangat persatuan Islam.

Pada tanggal 4 September 1912, Marco mengirim tulisan dalam surat kabar Darmo Kondo, isinya Marco sangat mendukung seluruh ide dan pemikiran Haji Samanhudi dalam memajukan ekonomi dan menyebarkan ajaran agama Islam. Marco menyimpulkan bahwa tidak ada yang salah dengan tujuan SI, bahwa perkumpulan tersebut punya niat baik kepada pemerintah, kaum pribumi dan bangsa asing lainnya. Marco juga menyampaikan pemikiranya mengenai kejadian pemogokan kuli tembakau di Krapyak. Menurut Marco, pemogokan tersebut tidak salah dan sangat wajar, dan seharusnya Resident Surakarta tidak termakan isu yang dibuat oleh redaktur surat kabar Cina Taman Pewarta.24

Kegiatan yang dilaksanakan SI selama di pertengahan tahun 1912, hampir tidak ada unsur politik. Para anggota lid SI justru membantu pemerintah di beberapa wilayah di Surakarta. Di Sriwedari misalnya, ketika ada keramaian mesin auto (kendaraan bermotor) pada 2 September 1912, para lid SI membantu para polisi dengan suka rela berjaga dan memantau jika ada yang ingin berbuat kriminal. Hasilnya, lid SI tersebut menangkap empat orang penjahat dan diserahkan kepada polisi.25

Dapat dilihat dari berbagai peristiwa yang terjadi sepanjang April sampai September 1912, SI sama sekali tidak memiliki niat melawan pemerintah. Tujuan dan niat baik ini semakin didengar sampai luar wilayah Surakarta. Selain Marco yang sudah datang dari Batavia sejak pertengahan September 1912, kemudian datanglah seorang intelektual yang berpendidikan, ia adalah Tjokroaminoto dari Surabaya. Tjokroaminoto merupakan seorang Priyayi yang membantu Haji Samanhudi di masa sulit. Demi menolong SI, Tjokroaminoto membawa seorang Advokat Belanda bernama Mr. Dommering untuk membuat surat izin pendirian SI dan bertemu dengan Haji Samanhudi di Surakarta. Hasilnya Mr. Dommering membuat surat izin pendirian SI yang tercatat pada tanggal 11 November 1912 no.132/S, surat tersebut dikirim ke Resident Surakarta melalui Departemen van Justitie.26 Surat tersebut dikirim pada akhir bulan November 1912 dan Tjokroaminoto sudah mengantongi izin pendirian izin atas nama SI Surakarta. Setelah itu Tjokroaminoto sangat aktif menyebarkan SI di beberapa kota di Jawa Timur, termasuk pendirian SI di Surabaya. Ketika Tjokroaminoto ingin mendirikan SI Surabaya, usaha ini justru dibantu oleh Patih Surabaya yang bernama Raden Sastrokusumo. Setelah kedatangan Tjokroaminoto dan Mr. Dommering ke Surakarta, persebaran SI semakin besar dan progresif, beberapa kota di Jawa Timur seperti, Madiun, Pasuruan, Surabaya langsung menyambut baik dan mendirikan SI di akhir tahun 1912.

Hubungan Haji Samanhudi dan bestuur SI di Surakarta dengan orang-orang di Surabaya, sebenarnya sudah terjalin sejak bulan Juli 1912. Hubungan ini masuk melalui saudagar Muslim yang sangat kaya, ia adalah Hasan Ali Soerati. Pada tanggal 7 Juli 1912, Hasan Ali Soerati meresmikan perkumpulan Setia Oesaha di Surabaya. Perkumpulan yang bergerak dalam bidang ekonomi dan penerbitan itu memiliki modal awal sebesar f 8000, modal tersebut digunakan untuk membeli sebuah Drukkerij (alat percetakan) yang di datangkan langsung dari Semarang.27 Kabar tentang berdirinya Perkumpulan Setia Oesaha ini, kemudian mendapat perhatian dari Surakarta mereka adalah R. Atmosuhardjo, R. Sastrosupomo, Haji Ismail dan Kasanmidjojo yang berkunjung ke kantor Setia Oesaha. Mereka merupakan pengurus SI yang kemudian menawarkan kepada perusahaan Setia Oesaha untuk menjalin kerja sama dengan SI Surakarta. Di kantor Setia Oesaha inilah tamu dari Surakarta tersebut bertemu dengan Tjokroaminoto, saat itu pula pertama kalinya Tjokroaminoto mendengar tentang adanya perkumpulan SI.28

Pada bulan November 1912 perkumpulan Setia Oesaha mulai  membentuk sebuah surat kabar yakni Oetoesan Hindia. Lahirnya Oetoesan Hindia dengan berdirinya SI Surabaya, membuat Tjokroaminoto di angkat menjadi Hoofdredacteur surat kabar Oetoesan Hindia, sekaligus ketua SI Surabaya. Para anggota SI di Surabaya kemudian menyumbangkan uangnya untuk membeli pengecapan dan alat percetakan lainya dengan harga f 18.000. Uang tambahan juga diberikan Hasan Ali Soerati jadi total berjumlah f 50.000, suatu jumlah uang yang sangat besar.29 Surat Kabar Oetoesan Hindia ini direncanakan mulai terbit pada tanggal 1 Januari 1913, dan surat kabar Oetoesan Hindia juga akan diresmikan menjadi surat kabar resmi milik SI.30

Kebangkitan SI sudah mulai terlihat pada bulan November sampai dengan Desember 1912. Kabar tentang adanya perkumpulan ini tidak dapat dibendung oleh pemerintah, karena di beberapa kota besar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat mulai mendirikan SI. Di Jawa Timur sendiri seperti Surabaya, Pasuruan, Madiun, Malang sudah resmi berdiri perkumpulan SI. Di Jawa Barat tepatnya di Kota Bandung juga mulai berdiri SI. Misi pendirian SI di Bandung bermula dari jaringan bisnis batiknya Haji Samanhudi. Adik Kandung Haji Samanhudi yang bernama Haji Amir merupakan Saudagar batik yang kaya di Bandung, ia mendirikan perkumpulan Darmo Loemekso. Ketika mulai terdengar adanya perkumpulan SI, Haji Amir kemudian mengubah perkumpulan Darmo Loemekso yang beranggotakan para pedagang batik menjadi perkumpulan SI.

Pada 16 November 1912, Haji Amir resmi mendirikan SI Bandung yang beranggotakan pedagang batik. Secara singkat SI Bandung mendapat jumlah anggota yang cukup banyak yang tersebar di beberapa titik wilayah di Bandung. Membesarnya jumlah anggota SI Bandung, membuat Resident Bandung merasa gelisah dan memanggil Haji Amir ke kantornya. Pada tanggal 20 November 1912, Haji Amir dipanggil ke kantor keresidenan dan diperiksa oleh Tuan Controleur. Haji Amir ditanya mengenai nama dan tempat tinggal masing-masing anggota SI, namun Haji Amir tidak bisa menjawab karena sangat banyak jumlah anggota SI Bandung. Tentang status perkumpulan SI Bandung, ia hanya bisa menjelaskan bahwa SI Bandung merupakan cabang dari SI yang ada di Surakarta.31

 

*Adhytiawan Suharto merupakan peneliti Studi Wawasan Islam (SWI) bidang Sejarah dan Pergerakan [http//:swionline.net/]. Ia merupakan lulusan S1 jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta

 

 

Catatan Kaki

  1. Podlood-Marah ,”Haroes Diperhatikan” , Darmo Kondo, 16 Oktober 1912.
  2. Anhar Gonggong., op.Cit., hlm. 85.
  3. “Reroesoeh di Soerabaya”, Darmo Kondo , 16 Oktober 1912.
  4. “Reroesoeh di Soerabaya ( Sambungan ke 2)” , Darmo Kondo, 22 Oktober 1912. Tentang Hasan Ali Soerati , Lihat Bespreking Der Leidende Personen ‘Hasan Ali Soerati’, dalam S.L Van Der Wal., op.Cit., hlm.198-199.
  5. Adjunct-Adviseur Voor Inlandse Zaken ( D.A. Rinkes) aan Gouverneur-generaal (Idenburg) , 2 Aug. 1912. Dalam S.L Van Der Wal., op.Cit., hlm.87-88.
  6. “Kebenjtian Djawa-Tjina”, Darmo Kondo, 20 April 1912.
  7. “Tjina Ditikam Djawa” , Darmo Kondo, 7 Oktober 1912.
  8. “Pertambahan”, Bromartani, 18 September 1912.
  9. “Reroesoeh Djawa dan Tjina” , Darmo Kondo, 30 September 1912.
  10. Djeng Roesmini, “Roepa-Roepa Boeah Kalam”, Darmo Kondo, 14 Oktober 1912.

11.Surat Edaran dari ketua S.I yang ditunjukan kepada anggota pengurus  ketua-ketua grup dan anggota-anggota, 28 Juni 1912,  dalam Sartono Kartodirjo, op.cit, hlm. 334-335. Tentang R. Djojomargoso , Lihat Bespreking Der Leidende Personen ‘R.NG. Djaja margasa’, dalam S.L Van Der Wal., op.Cit., hlm. 195.

12.“R. Marthodarsono”, Darmo Kondo, 21 Februari 1912. Tentang R. Marthodarsono lihat Adviseur voor inlandse zaken (D.A Rinkes) aan Gouverneur-Generaal ( Idenburg), 7 Juni 1915, dalam S.L Van Der Wal., op.Cit.,  hlm.378-379

  1. “Saroetomo”, Darmo Kondo , 10 Juni 1912.
  2. “Soerakarta : Sarekat Islam”, Djawi Kando, 11 April 1912.
  3. “Soerakarta : Sarikat Islam”, Djawi Kando, 30 Juli 1912.
  4. “Co’operatie S.I”, Darmo Kondo, 3 Juli 1912.
  5. Sodipo Nama Penghina, “Sarikat Dagang Islam” , Darmo kondo , 21 September 1912.
  6. “Soerakarta: Sjarikat Islam”, Darmo Kondo , 23 September 1912.
  7. Adjunct- Adviseur Voor Inlandse Zaken ( D.A. Rinkes) aan Gouverneur Generaal (Idenburg) , 2 Aug. 1912. Dalam S.L Van Der Wal., op.Cit., hlm. 86.
  8. Assistent Resident (Hartevelt) kepada Resident Surakarta ( Van Wijk), 22 Agustus 1912, dalam Sartono kartodirjo., op.Cit., hlm. 332- 334.
  9. Bambang Boerattanoko, “Disebabkan dari Nama”, Darmo Kondo , 16 September 1912.
  10. “Haroes Pemerintah Berlakoe Sedikit Sjabar”, Darmo Kondo, 17 Agustus 1912.
  11. Pada tahun 1912 Surat Kabar Pantjaran Warta merupakan salah satu Surat Kabar milik perusahaan Cina di Batavia. Surat Kabar tersebut dipimpin seorang Hoofdredacteur bernama Thio Tjian Pi. Pada Januari 1913 Surat Kabar tersebut mulai diambil alih oleh Seorang Muslim yang bernama Goenawan . Mulai pada saat itu Panjtaran Warta berubah menjadi Surat Kabar yang sering membuat propaganda Islam dan berita-berita perkembangan SI di Hindia Belanda. Tentang surat kabar Pantjaran Warta dapat lihat F.L Rutgers., Idenburg En De Sarekat Islam in 1913 (Amsterdam : Noord-Hollandsche Uitgevers Maatscahppij, 1939), hlm. 40-50.
  12. Marco Kartodikromo, “Sarikat Islam” , Darmo Kondo , 4 September 1912. Tentang Marco Kartodikromo , Lihat S.L Van Der Wal., op.Cit., hlm. 378-380.
  13. “Membantoe Politie” , Darmo Kondo , 7 September 1912.
  14. Adjunct-Adviseur Voor Inlandse Zaken (D.A Rinkes) aan Gouverneur-Generaal (Idenburg) , 13 Mei 1913 , dalam S.L Van Der Wal., op.Cit., hlm .173.
  15. “Setia Oesaha” , Darmo Kondo , 15 Juli 1912.
  16.  Tamar Djaja., op.Cit., hlm. 61-62.
  17. “Soerat Kabar Boemipoetra”, Bromartani , 24 November 1912.
  18. “Oetoesan Hindia”, Bromartani, 18 Desember 1912.
  19. “Sarikat Islam Bandoeng” , Darmo Kondo , 9 Desember 1912