Andil Haji Misbach Dalam Kongres Al-Islam, Raad Oelama dan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh
Adhytiawan Suharto*
Gerakan radikal-sosialis sampai pada bulan Juni 1918 sudah semakin besar di Jawa Tengah, mereka telah berhasil menyebarkan pemikiran tentang Sosial-Demokrasi ke dalam Internal Sarekat Islam (SI). Di Surakarta pemikiran Sosial-Demokrasi sudah dibedah oleh Haji Misbach dan para Redaktur Islam Bergerak dengan versi Islam. Menurut Haji Misbach dan Redaktur Islam Bergerak, ideologi Sosial-Demokrasi sudah ada lebih dahulu dalam ajaran Islam, pemikiran tersebut sudah termaktub dalam bahasa arab “ Al-Islam Addien Muqorrotijah Wal Musawah”. Lebih jelasnya lagi, Sosial-Demokrasi dalam Islam sudah dijelaskan dalam surat An-Nahl ayat 90 “ Faashidu huma bil adli Wa Aqsithu Innalloha Yuhibbul Muqsithin” (Hai manusia berbuatlah kamu kepada Mashlahat antara dua pihak dengan keadilan dan adililah kamu sekalian bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengasih dan Maha Adil). Hal ini juga sama seperti dalam surat Ali-Imran “ Wasya Winhum Fil Amri” (Hendaklah bermusyawarah kamu Muhammad kepada orang banyak). Menurut Haji Misbach pemikiran Sosial-Demokrasi juga sudah pernah dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khatab , Khalifah Umar pernah berkata “ Man Raa Minhum Fijja Iwadjan Fal Yuhiqquwimhum” (Siapa saja orang yang tahu bahwa menjalankan kekeliruan hendaklah lekas membetulkanya kepadamu). Dengan demikian pemikiran tentang Sosial-Demokrasi sudah ada lebih dahulu dalam ajaran Islam, akan tetapi tidak disebut sebagai ideologi Sosial-Demokrasi seperti yang sudah tersebar saat itu.
Melalui pemikiran tentang Sosial-Demokrasi versi Islam, Haji Misbach hendak mendirian suatu pergerakan murni revolusioner dengan tidak membawa kebohongan belaka. Rasa kecewa Haji Misbach tersebut adalah pada Komite TKNM (Tentara Kandjeng Nabi Muhammad) yang sudah tersebar dimana-mana, akan tetapi dinilai tidak memiliki satu kejelasan dalam gerakan. Muncul dugaan di kalangan Redaktur Islam Bergerak bahwa TKNM hanya sebagai simbol kekuatan Tjokroaminoto dalam merangkul golongan Islam. Setelah beberapa bulan persitiwa penistaan agama Islam, TKNM tidak melakukan kinerja apapun padahal uang kasnya sangat banyak.
Suara kekecewaan terhadap TKNM mulai bermunculan, termasuk oleh salah seorang pembaca dan penulis dalam Islam Bergerak yang merasa kesal pada gerakan TKNM. Ia bernama Mr. Zahid yang menulis :
“O Ja Allah , Ja Comite bergeraklah kamoe, kerdjakanlah maksoedmoe pada ini wektoe , en maoe tonggoe apa lagi ? apa toenggoe angin jang akan membawa kaboer oeang kasmoe ?? Sasonggoehnja tioeri itoe djika tidak dipraktikan tida ada goenanja, alias kosong sadja, apakah tida maloe kamoe comite ! kamoe telah bertrijak-trijak setinggi langit sap toejoe, abis bertrijak tinggal angop sadja, bangsa lain tinggal tertawa, tjis tjis tjis kata bangsa lain comite oeang kasnja djadi sate, dimakan pest kepala itam sampai kasja tinggal melenge. “
Redaktur Islam Bergerak juga menambahkan catatan dalam tulisan Mr.Zahid bahwa pada kenyataanya TKNM Sub-Komite Surakarta belum melakukan kinerja apapun, oleh karena itu untuk menindaklanjuti kekecewaan ini Redaktur Islam Bergerak mengirim usulan pada Komite TKNM di Surabaya. Usulan tersebut diwakili oleh Haji Fachroedin yang sudah resmi menjadi salah satu redacteur dalam Islam Bergerak. Haji Fachroedin menulis bahwa TKNM di Surabaya memiliki uang kas yang sangat banyak, akan tetapi belum ada yang dipakai untuk menyebarkan dakwah Islam. Haji Fachroedin berharap bahwa TKNM bisa menjadi badan pemerintahan Islam bagi Kaum Muslimin di Hindia Belanda yang memiliki tugas mengumpulkan uang kas, sedangkan yang bekerja untuk umat Islam adalah seluruh perhimpunan-perhimpunan Islam yang sudah ada. Pada saat itu di tahun 1918, masih banyak perhimpunan Islam di Hindia Belanda yang terkendala dalam masalah uang kas, seperti Muhammadiyah , Islam Bergerak , Wal Fajri, Wal Ashri, Sampoerno, Ikhwanul Muslimin , dan SATV yang masih sangat membutuhkan dana umat untuk melakukan kinerja-kinerja dakwah. Haji Fachroedin berharap Komite TKNM dapat melaksanakan usulan tersebut, karena Kaum Muslimin mengharapkan besar adanya sumbangan dana untuk melakukan kerja-kerja dakwah.
Pada 15 Desember 1918, Haji Misbach telah menulis dalam surat kabar Medan Moeslimin tentang agama Islam sebagai agama perlawanan terhadap pemimpin zalim. Tulisan Haji Misbach tersebut berjudul “Sroean Kita” yang isinya menyeru pada segenap Kaum Muslimin agar waspada kepara Para Kaum Pemodal yang berlindung kepada pemerintah untuk menyiksa Kaum kromo, mereka saat ini juga sedang merebut kehebatan agama Islam. Pemerintah dan Kaum Pemodal telah menjadikan tanah Hindia sebagai Passer (Kompas) untuk mematikan agama Islam, perlakuan seperti itu mereka lakukan untuk menyebarkan agama Kristen di Hindia Belanda. Mereka telah membeli Kaum Bumiputera dengan uang dan makanan, agar mereka meninggalkan agama Islam dan kemudian masuk agama Kristen. Pemerintah Hindia Belanda sudah sadar bahwa agama Islam sudah berhasil memberikan rasa persatuan yang begitu kuat, sehingga pemerintah bersikeras agar Kaum Bumiputera keluar dari agama Islam (murtad).
Keyakinan Kaum Muslimin dan Kaum Bumiputera tidak akan luntur karena Allah SWT sudah berfirman di dalam Al-Qur’an “Innamal Mu’minumal ladzinaa amaanu billahi warasuulihi summa jarbatu u’adzahadu biwamawalihi waanfusihim fiisabilillahi ulaaika humussoodiqqun” (Sesungguhnya sekalian orang mukmin yang sama percaya kepada Tuhan Allah, dan kepada utusan Allah dan percaya kepada kaum mukminin, hendaklah membantukan harta bendanya di jalan Tuhan. Demikianlah jika kamu semua sungguh-sungguh mengaku sebagai orang mukmin).
Melalui tulisan ‘Sroean Kita’ itulah telah muncul keyakinan yang begitu kuat dalam diri Haji Misbach untuk mendirikan SATV, terlebih lagi SATV telah didukung oleh Haji Ahmad Dahlan pemimpin Muhammadiyah dari Yogyakarta. Para alim ulama yang tergabung dalam Muhammadiyah di Yogyakarta sebenarnya sangat mendukung pemikiran Haji Misbach tersebut, namun demikian alim ulama di Surakarta tidak setuju akan ide pendirian SATV. Mereka yang tidak setuju adalah Haji Hisamzaijne (Ketua TKNM Surakarta), Kyai Haji Mohammad Idris (pengasuh pondok pesantren Jamsaren) dan R.H Adnan (Mubaligh dari Kauman) yang menolak munculnya gerakan SATV. Mereka bertiga sudah dikenal sebagai trio ulama senior di Surakarta, dan mereka memiliki kedekatan dengan Tjokroaminoto di Surabaya.
Haji Hisamzaijne sudah terpilih sebagai Ketua TKNM Sub-Komite Surakarta oleh keputusan vergadering SI Surakarta tanggal 24 Februari 1918. Haji Samanhudi selaku Presiden SI Surakarta sudah memberikan persetujuanya pada Haji Hisamzaijne untuk memimpin TKNM Sub-Komite Surakarta. Vergadering besar tersebut dilaksanakan di kebun raya Sriwedari yang dihadiri kurang lebih ada 25.000 orang bangsa bumiputera maupun bangsa Arab. Perhimpunan di luar SI yang hadir adalah Budi Utomo, Narpowandowo, PGHP, ada juga perhimpunan Tablet dari Kauman Yogyakarta. Pukul 09.00 pagi wakil TKNM dari Surabaya sudah hadir mereka adalah Sajid Abdullah Bin Semit dan R. Sosrokardono. Pukul 10.00 pagi, vergadering dimulai dengan pidato Haji Samanhudi yang memberi tahu bahwa SI Surakarta akan mendirikan Tentara Kanjeng Nabi Muhammad Sub-Komite Surakarta. Maksud dan tujuan Komite tersebut akan dijelaskan oleh perwakilan TKNM dari Surabaya yang sudah hadir di Sriwedari Surakarta. R.Sasrokardono menjelaskan bahwa tujuan TKNM adalah untuk menghadapi orang-orang yang menghina agama Islam termasuk Nabi Muhammad SAW. Seluruh peserta vergadering sepakat akan berdirinya TKNM Sub-Komite Surakarta.
Sosrokoernio sebagai Sekretaris SI Surakarta kemudian menunjuk Haji Hisamzaijni untuk memilih struktur pengurus TKNM Sub-Komite Surakarta. Setelah itu terpilih Sajid Mochammad Aljoefri sebagai Wakil Presiden, Haji Ngabdoessalam, R.H Ishom, R.H Ngabdoelsoekoer, Sajid Achmad Assegaf, Haji Ahmad Siradj, Mochammad Alim, M. Madnawi, Kyai Moechsan, Syeikh Rojis Bin Abduladjis, R.M.NG. Wiroekoesoemo, M. Ketib Pakoeradji, Kyai Haji Abdoenawar, Kyai Nawawi, Syeikh Ahwab Syahbal mereka semua sebagai Penningmeester. Lalu ditunjuk sebagai Penasehat R.P Tapsiranom, Haji Mochammad Idris, dan K.G.P.H. Koesoemoedilogo. Demikianlah TKNM Sub-Komite Surakarta sudah terbentuk yang terdiri dari para alim ulama se-Surakarta. Di antara nama tersebut tidak ada nama Haji Misbach, Haji Fachroedin dan teman-temanya dalam Islam bergerak. Nama-nama yang terpilih sebagai pengurus TKNM Sub-Komite Surakarta adalah mereka yang sudah dikenal sebagai guru agama dan sudah senior di Surakarta, sedangkan Haji Misbach, Haji Fachroedin, dan Koesen masih dilihat sebagai golongan anak-anak muda.
Pada bulan April tahun 1919, pengaruh Haji Fachroedin semakin kuat terhadap permikiran Haji Misbach. Mereka berdua semakin dekat dengan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh di Yogyakarta. Haji Fachroedin masih memiliki pengaruh kuat di Yogyakarta sehingga ia berhasil menyebarkan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh di Magelang dan di Surakarta sebagai gerakan dakwah yang murni akan perjuangan. Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh merupakan satu cabang dakwah dari Mohammadiyah yang didirikan Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta, perhimpunan tersebut dinamakan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh. Komite tersebut merupakan badan dakwah yang pertama milik Muhammadiyah, bertujuan untuk menyebarkan dakwah Islam ke seluruh daerah.
Haji Fachroedin berhasil mempengaruhi Haji Misbach untuk mendirikan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh di Surakarta. Haji Fachroedin juga sudah mendapat persetujuan dari Haji Ahmad Dahlan untuk mendirikan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh di Surakarta. Haji Fachroedin dan Haji Misbach sepakat memberi nama atas Komite itu Sidiq Amanah Tablegh Vathonah ( SATV). Salah satu lid Muhammadiyah dari Yogyakarta bernama Kaero pernah mengirim tulisan ke redaksi Medan Moeslimin tentang akan berdirinya Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh di Surakarta, akan tetapi seruan akan lahirnya Komite tersebut tidak di hiraukan oleh para alim ulama di Surakarta. Pendirian SATV tersebut tidak diterima di kalangan alim ulama se-Surakarta, karena banyak dari mereka yang belum mengenal dengan perhimpunan Muhammadiyah. Dalam artikel yang ditulis oleh Kaero disebutkan bahwa alim ulama di Surakarta masih sangat kolot dan ilmunya masih disimpan di dalam pondok pesantren. Mereka masih tertutup dengan modernisasi, dan ilmu-ilmu agama mereka hanya digunakan untuk menyembah para priyayi dan pemerintah.
Demi mewujudkan lahirnya Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh atau SATV, Haji Misbach dibantu oleh para Redaktur Islam Bergerak mengadakan Kongres Al-Islam pertama di Surakarta. Pada tanggal 13 April 1919 Haji Misbach mengadakan Kongres Al-Islam yang pertama kali di Surakarta, ia mengundang seluruh aktivis Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh yang ada di Yogyakarta dan Magelang. Perwakilan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh yang hadir adalah M. Khatib Amin, R.H.Hadjit, Haji Fachroedin, Haji Hani, M.H. Moechtar, dan M.H. Djarkasi. Kongres Al-Islam diselenggarakan di Societeit Mangkunegaran Surakarta yang dihadiri oleh perhimpunan PGHB, PPPB, VSTP, Insulinde, Montoprodjo, Talabessengadah, Radjilaman, Pagadean Djawa, Bowoleksono, Mardiboeseono, Tresnosoediro, Soediotresno, Krijodjawi, Toenggalboedi, Ngroektisowo, S.C.V , Indier Journalisten Bond, itu semua adalah merupakan wakil-wakil perhimpunan Afdeling Surakarta.
Gambar. 1
Undangan Kongres Al-Islam pada tanggal 13 April 1919 di Societeit M.N Surakarta
Sumber : surat kabar Islam Bergerak, 10 April 1919
Dari luar Surakarta juga sudah hadir, SI Semarang, SI Yogyakarta, SI Kebumen, SI Ponorogo, Assistent Regent Temanggung, Wakil Pengoeloe Temanggung, Wakil perhimpunan Talkin dari Temanggung, Raad Agama Probolinggo, Perhimpunan Islam Sampoerno dari Yogyakarta, Sekolah Islamiah dari Ponorogo, dan Nahdhatul Wathon dari Surabaya. Dari kalangan pers yang hadir adalah Medan Bergerak, Darmo Kondo, Bromartan, Panggoegah, dan Islam Bergerak. Orang yang hadir kira-kira 1.500 laki-laki dan 100 perempuan.
Pukul 09.00 pagi Haji Misbach naik ke podium dan mulai berpidato tentang asal muasal berdirinya perhimpunan SATV. Perhimpunan SATV lahir untuk mempersatukan Kaum Muslimin yang sudah terpecah belah. Baik Kaum Muslimin di Surakarta dan di Yogyakarta sudah tidak memiliki titik temu dan berbeda pendapat serta pemikiran. Mengapa Kaum Muslimin terpecah belah padahal Tuhan tetap satu yaitu Allah SWT yang mengikat dengan satu keimanan ajaran agama Islam. Bagi Haji Misbach kebenaran itu tidak ada tiga, atau dua, akan tetapi kebenaran itu hanya satu yakni Allah SWT, oleh karena itu SATV hadir untuk mempersatukan Kaum Muslimin dengan iman dan takwa.
Haji Misbach juga menjelaskan tentang asas pehimpunan SATV yakni asas Islam. Asas Islam itu dibagi menjadi dua tujuan; yang pertama, untuk mempersatukan Kaum Muslimin kepada ajaran Tuhan yaitu dengan Al-Qur’an dan Hadist yang bersumber pada kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW. Arti asas yang kedua, adalah membenarkan barang yang benar dan menyalahkan barang yang sudah salah, walau orang yang salah itu sangat membencinya. Asas yang kedua, inilah Haji Misbach memberi keterangan yang sangat panjang bahwa azas ini wajib dilakukan oleh siapapun baik ia adalah raja , menteri, Kyai , ulama, petani , buruh maupun rakyat jelata. Setelah menjelaskan asas dan tujuan SATV, Haji Misbach resmi membuka Kongres Al-Islam pertama di Surakarta dengan membaca “Bissmillahirrohmanirrohim”, yang kemudian disambung surat Al-Fatihah yang artinya dibacakan dalam bahasa Jawa dan dijelaskan tafsir dari ayat satu sampai tujuh, sampai Haji Misbach menangis di atas podium karena indahnya tafsir surat Al-Fatihah.
Dalam Kongres Al-Islam Haji Fachroedin juga berpidato tentang ringkasan agama Islam yang dibagi menjadi tiga Bagian. Pertama, adalah percaya kepada Tuhan (Iman), Kedua, adalah beribadah dan Ketiga, menjalankan segala kebaikan. Haji Fachroedin menjelaskan bagian ketiga tentang menjalankan kebaikan maksudnya adalah menjalankan agama Tuhan sejak agama Nabi Adam hingga ajaran Nabi Muhammad SAW. Semua itu merupakan segala kebaikan yang sudah diturunkan para Nabi terdahulu, sedangkan ajaran yang paling sempurna adalah ajaran yang diturunkan pada Nabi terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Haji Fachroedin menjelaskan jika seluruh Kaum Muslimin memiliki tiga bagian tersebut maka tidak akan ada yang namanya perselisihan dan perpecahan. Seluruh Kaum Muslimin wajib menjalankan ajaran yang ada di dalam Al-qur’an maupun Hadist dan di praktekan pada kehidupan sehari-hari. Pidato Haji Fachroedin ini juga dijelaskan tafsir – tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadist, sehingga peserta kongres mengerti akan makna persatuan dalam Islam.
Perwakilan Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh lainya juga mulai naik podium, ia adalah Haji Hani yang mewakili Komite Mohammadiyah Afdeling Tablegh di Magelang. Haji Hani menerangkan bahwa agama Islam tidak menjadikan pemeluknya berpikiran kolot dan kaku. Ajaran agama Islam menuntut para penganutnya untuk bepikir lebih maju dan modern, sehingga harus memikirkan masalah-masalah duniawi seperti ekonomi, politik, dan sosial. Haji Hani mengajak Kaum Muslimin untuk membuang racun agama Islam yakni kolot, bahwa sifat itu harus dibuang sejauh mungkin, oleh karena itu Kaum Muslimin harus bisa berpikir lebih maju sesuai dengan profesinya. Kaum Muslimin yang menjadi petani harus bisa berpikir tentang ilmu pertanian, begitu pula yang menjadi pedagang harus mengerti tentang ilmu ekonomi. Agama Islam mengajarkan semua penganutnya untuk berpikir lebih maju.
Haji Moechtar dari perwakilan pengurus Muhammadiyah di Yogyakarta juga naik podium untuk berpidato tentang haramnya judi dan minuman keras. Semua Kaum Muslimin harus meninggalkan segala jenis minuman keras karena hukumnya dalam Al-Qur’an adalah haram. Begitu pula kaum Jawa yang beragama Islam harap meninggalkan ajaran Kaum Abangan yang masih membolehkan berjudi dan minuman keras. Kaum Abangan masih mengajak Kaum Muslimin untuk meninggalkan seluruh ajaran agama Islam, oleh karena itu Haji Moechtar sangat keras jika berhubungan dengan Kaum Abangan. Kaum Muslimin dengan Kaum Abangan adalah kaum yang bertentangan, dan jalan kebenaran adalah ajaran agama Islam bukan ajaran Kaum Abangan.
Kesimpulan pada Kongres Al-Islam adalah memberi mosi yang ditujukan pada Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum. M.Ng. Darmosasmito membaca tiga poin mosi Kongres Al-Islam, Pertama, meminta izin Gubenur Jenderal untuk mendirikan Raad Oelama. Kedua, meminta pemerintah untuk menghapus subsidi dan anggaran belanja untuk agama apapun yang ada Hindia Belanda (terutama agama Kristen). Ketiga, uang kas masjid milik Kaum Muslimin (Baitul Mal) hanya untuk keperluan yang berkaitan dengan dakwah Islam dan pemerintah Belanda mohon untuk tidak mencampuri aliran dana dari Kaum Muslimin.
Sesi Kongres Al-Islam telah selesai, bagi Kaum Muslimin yang masih merasa bingung dan belum puas boleh datang ke kantor SATV di Keprabon Surakarta. SATV akan selalu membuka konsultasi agama Islam, diskusi agama, bahkan debat agama pada setiap hari rabu pukul 09.00 sampai 12.00 malam. Haji Misbach mengajak kepada segenap Kaum Muslimin untuk datang diskusi dan debat agama Islam, agar menambah wawasan serta kemajuan dalam pemikiran. Pada akhirnya pukul 13.30 siang Kongres Al-Islam ditutup oleh Haji Misbach dengan ucapan rasa syukur dan terima kasih.
Gambar 2
Undangan kepada peserta Kongres Al-Islam Surakarta, untuk diskusi dan musyarawah perihal agama Islam di kantor SATV Keprabon Surakarta Sumber : surat kabar Islam Bergerak, 20 April 1919.
Pada bulan Desember 1919, mosi yang diajukan Kongres Al-Islam atas nama SATV mendapat jawaban dari Gubernur Jenderal. Pemerintah mengabulkan permohonan Kaum Muslimin yang akan mendirikan Raad Oelama, sebagai perhimpunan yang mengatur segala kehidupan Kaum Muslimin. Pemberitahuan itu disampaikan oleh Sekretaris Daerah Surakarta yang menyampaikan kepada Haji Misbach bahwa Pemerintah Belanda mengharapkan kejelasan mengenai Raad Oelama. SATV kemudian memberikan satu tulisan yang menjelaskan maksudnya tentang Raad Oelama. Bahwa Raad Oelama bertujuan untuk mempersatukan perihal ajaran agama Islam di Hindia Belanda tentang ibadah dan Muamalah.
Lid Raad Oelama dipilih dari seluruh perwakilan perhimpunan Islam yang ada di Hindia Belanda sebanyak 41 lid dengan 9 lid sebagai pengurus. Raad Oelama nantinya juga akan memilih presiden yang dipilih melalui wakil-wakil perhimpunan Islam.
*Adhytiawan Suharto merupakan peneliti Studi Wawasan Islam (SWI) bidang Sejarah dan Pergerakan [http//:swionline.net/]. Ia merupakan lulusan S1 jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta
[Red : Tori Nuariza]
Catatan Kaki :
- “ Sociaal Democtratie Dalam Igama Islam “, Islam Bergerak, 10 Juni 1918.
- Zahid,“Perasa’an Tentang Adanja Comite Tentara K.N Mohammad”, Islam Bergerak , 10 Juni 1918.
- Haji Fachroedin ,”Mengadep Tentara Kangdjeng Nabi Moehammad” , Islam Bergerak , 20 November 1918.
- Haji Misbach, “Sroean Kita”, Medan Moeslimin II, Tahun 1918 halaman 281-283.
- “Perasa’an”, Islam Bergerak, 10 Juli 1918.
- “Verslaag Pendek Algemeene Vergadering Sarikat Islam Di Solo”, Djawi Hisworo, 25 Februari 1918.
- “Vergadering Moeslimin Jang Besar Di Solo”, Medan Moeslimin II, Tahun 1918 halaman 73-85.
- Kaero, “Sekarang Kita Baroe Mengerti”, Medan Moeslimin II, Tahun 1919 halaman 98-99.
- Kongres Al- Islam di Surakarta tahun 1919 yang dibuat oleh Haji Misbach merupakan persitiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kongres Al-Islam telah memberikan semangat kepada Kaum Muslimin untuk memperkuat persatuan yang berlandaskan keimanan. Pada tahun-tahun berikutnya Kongres Al-Islam berhasil di selenggarakan di berbagai tempat , termasuk oleh kubu SI putih pada tahun 1922 di Cirebon. Kongres Al-Islam ini pula sangat berpengaruh sampai Indonesia merdeka, banyak aktivis partai Masyumi yang akhirnya terinspirasi pada Kongres Al-Islam. Nama Kongres Al-Islam sendiri masih digunakan oleh Umat Islam Indonesia sampai di abad ke 21 , walaupun kebanyakan para alim ulama saat ini tidak pernah mengaitkan sejarah Kongres Umat Islam (KUI) dengan Kongres Al-Islam pertama di Surakarta tahun 1919 yang diselenggarakan oleh Haji Misbach.
- “Extra I.B No.12 Verslag Conggres Islam”, Islam Bergerak, 20 April 1919 halaman 1.
- “Extra I.B No.12 Verslag Conggres Islam”, Islam Bergerak, 20 April 1919 halaman 2.
- Haji Misbach, “Perhimpoenan Sidhik Amanat Tablegh Vathonah Di Surakarta Telah Mengatoerkan Motie Kepada Toean Besar G.G.H.B Dan Adviseur Zaken Atau Pada Volksraad”, Islam Bergerak, 10 Mei 1919.
- Haji Misbach, “Raad Oelama”, Islam Bergerak, 10 Desember 1919.