Peringatan Tahun Hijriyah

Oleh Prof. Dr. Hamka

Dari dahulu, lama sebelum bangsa Arab yang memeluk agama Islam, bulan Muharram telah menjadi bulan pertama dalam perhitungan perjalanan bulan, atau yang disebut tahun Qamariyah.

Setelah berdirinya Daulah Islamiyah, artinya setelah perintah-perintah Tuhan, wahyu yang datang dari langit dapat dilancarkan jadi kekuasaan hukum, dan berdiri Negara yang dicita-citakan itu, walaupun Rasulullah SAW, telah lama wafat maka khalifah ke-2 Sayyidina Umar bin Khattab, memutuskan permulaan perhitungan tahun dalam Islam.

Sudah menjadi kebiasaan pula dalam kalangan bangsa-bangsa di dunia ini sejak zaman purbakala, perhitungan tahun dimulai dari satu kejadian yang tidak dapat dilupakan karena ada nilai sejarahnya.

Karena itu, pernah orang Quraisy di Mekah memulai perhitungan tahunnya dengan nama tahun Gajah. Karena kota Mekah pernah diserang tentara Abrahah dari selatan, yang memerintah atas nama kerajaan Habsyi Kristen, Abrahah sendiri menaiki gajah, dengan maksud meruntuhkan Ka’bah. Pada kejadian tentara bergajah itulah Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia sehingga orang selalu menghitung bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tahun datangnya tentara bergajah menyerang Mekah.

Oleh karena itu, Umar bin Khattab, Khalifah II, memanggil ahli-ahli musyawarahnya, kapan dimulai perhitungan tahun Islam. Sebab, sudah nyata Tahun Gajah tidak dapat diteruskan lagi. Memakai nama “Tahun Gajah” tidak terlepas dari sindiran terhadap kekuasaan yang hendak meruntuhkan Ka’bah, tetapi gagal.

Akhirnya dapat keputusan bahwa perhitungan tahun Islam dimulai dengan tahun hijrah Nabi Muhammad SAW dan rombongan Muhajirin dari Mekah ke Yatsrib, yang kemudian ditukar namanya menjadi Madinah atau Madinatur-Rasul, kota utusan Tuhan, Hijrah artinya pindah. Umar dan para pembantunya tidak memulai perhitungan sejarah Islam dari hari maulid (lahir)-nya Nabi Muhammad SAW, meskipun maulid dan hijrahnya, serta wafatnya kebetulan terjadi dalam bulan Rabi’ul Awwal. Maulid Nabi Muhammad tidaklah penting untuk dijadikan permulaan manusia biasa, dan bisa saja bercampur aduk kelak bulan kelahirannya dengan bulan Ka’bah diserang (tahun Gajah).

Yang penting dicatat ialah hijrah. Hijrah dalam sejarah Islam sangat penting artinya. Ia terjadi dalam bulan Rabi’ul Awwal, dan bulan tersebut masih bulan ketiga dalam perlindungan tahun Qamariyah, sedang yang akan diingat bukanlah bulannya, tetapi tahunnya. Apalagi, satu-dua bulan sebelum Rasulullah SAW sendiri berhijrah, beberapa orang dari sahabat-sahabatnya di Mekah telah beliau perintahkan berangkat terlebih dahulu ke negeri yang telah menghamparkan tikar buat menyambut kedatangannya itu, kaum Anshar di Madinah.

Orang-orang yang berhijrah itu bukanlah hijrah karena kesempitan hidup di Mekah, hamper semuanya rumah tangga kampong halaman (hidup layak), hampir semuanya orang berada.

Ada yang kaya raya biasa memegang banyak harta banyak, seperti Shuhaib dan Abdurahman bin ‘Auf. Ada anak muda manja kekasih ibu-bapaknya sehingga terompahnya bersalutkan emas, Mush’ab bin Umair.

Mereka meninggalkan Mekah karena di sana tidak ada kebebasan hidup untuk menuruti apa yang sesuai aqidah. Mereka tinggalkan kampung halaman, harta benda, dan orang-orang yang mereka cintai. Mereka berhijrah karena di tempat kediaman yang baru mereka akan bebas meninggikan kalimat Allah.

Karena itu, selalu orang-orang yang mempunyai pendirian, mempunyai aqidah dan mempunyai mission (tujuan) dalam hidup, seluruh kehidupan telah mereka serahkan untuk mengembangkan cita-cita itu. Tanah air ataupun bangsa, rumah tangga atau kaum keluarga semua tidak ada artinya sekiranya berada di sana, cinta kepada Allah dan Rasul akan terhalang ketika mulai mengerjakannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena memperjuangkan ridha Allah dan Rasul, itu jualah yang akan jadi tujuannya. Namun, barangsiapa yang niat hijrahnya karena keuntungan dunia dicarinya, atau ada perempuan yang ingin dikawininya, lalu ia bonding air bonding dedak, sama hijrahnya dengan orang yang hijrah, yang akan didapatnya ialah apa yang akan ditujunya itu saja.

Karena itu, di dalam al-Qur’an hijrah itu jarang terlepas dari kata sabilillah, jalan Tuhan; wa man yuhaair fi sabilillah. Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah. Dalam susunan kata lain terdapat pula bahwa antara iman (amanu) dengan hijrah (hajaru) dan berjuang dan berjihad (wa jahadu) tidaklah dapat dipisahkan; ia adalah tali berpilin tiga dalam kehidupan seorang Muslim.

Amat kaya kitab-kitab sejarah dan tarikh dalam hadits dan riwayat tentang hijrah. Hijrah pertama dan kedua terlebih dahulu telah dicoba, yaitu ke negeri Habsyi. Sebab, negeri Habsyi memeluk agama Kristen, Islam pada permulaan tumbuhnya masih berbaik sangka bahwa mereka akan aman di negeri Ahlul Kitab itu. Memang Raja Habsyi (Abessinia) sendiri yang bernama Ashamah sampai masuk Islam karena jiwanya yang bersih memandang bahwa aqidah Islam terhadap Isa dan ibunya, Maryam, adalah indah sekali, dengan tidak menuhankan beliau.