Kiprah R. Goenawan dan R. Notohatmodjo di Sarekat Islam (SI) Batavia Tahun 1913

Oleh: Adhytiawan Suharto*

(Wartamuslimin.com) — Sarekat Islam (SI) mulai berdiri di Surakarta pada tahun 1912 yang dipelopori oleh Haji Samanhudi beserta para pedagang batik di Laweyan. Pada awalnya Sarekat Islam merupakan perkumpulan ronda yang bertujuan menjaga kemanan kampung dari para pencuri kain batik yang dinamakan ‘rekso roemekso’. Haji Samanhudi mengenal seorang tokoh kepatihan bernama R. Djojomargoso yang kemudian menghubungi R. Marthodarsono seorang redaktur dari surat kabar Medan Priyayi milik R.M Tirtoadisoejo. Saat itulah Rekso Roemekso berubah menjadi perkumpulan modern yang bernama Sarekat Islam.1

Pada akhir tahun 1912 ketika cabang-cabang SI mulai berdiri di Jawa Timur dan Jawa Tengah berkat usaha H.O.S Tjokroaminoto, perhimpunan ini juga mulai berdiri di Batavia pada awal tahun 1913. Tokoh pendirinya adalah R.M Goenawan seorang kontraktor swasta yang  mengadu nasib ke Batavia sejak tahun 1907. R. Goenawan lahir di Madiun pada tahun 1880, merupakan anak seorang asisten wedana di Ngawi, sebagai anak priyayi Goenawan sempat mengeyam pendidikan modern di Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren OSVIA) di Probolinggo.2

Inspirasi Goenawan untuk mendirikan SI di Batavia, pada awalnya dibangun oleh motivasi akan bangkitnya dunia jurnalistik modern di Jawa. Beberapa redaktur Medan Priyayi yang kembali ke Solo seperti R. Marthodarsono pada bulan Januari 1912 mendirikan surat kabar Djawi Hisworo. Pada bulan April 1912 juga berdiri surat kabar Sarotomo milik SI Solo, dengan biaya penuh oleh Haji Samanhudi. Di Surabaya, Tjokroaminoto diberi dukungan finansial oleh seorang saudagar bernama Hasan Ali Soerati untuk membesarkan N.V Setia Oesaha sebagai induk perusahaan dari surat kabar Oetoesan Hindia.

Keinginan dan cita-cita Goenawan mulai berhasil pada bulan Desember 1912, ia dibantu oleh kawanya R. Notohatmodjo untuk membeli saham dari penerbitan surat kabar Cina Pantjaran Warta yang bernama N.V Seng Hoat milik Hoofdredacteur Thio Tjian Pi.3 Tanggal 1 Januari 1913 surat kabar Pantjaran Warta resmi milik Goenawan sebagai Hoofdredacteur dan R. Notohatmodjo sebagai Administratur. Mulai saat itulah di Batavia ramai akan didirikan Sarekat Islam afdeling Batavia. Pada bulan Februari 1913 Goenawan berhasil mendirikan SI Batavia bersama Notohatmodjo, kemudian ia mengadakan vergadering-vergadering lokal untuk mendirikan distrik SI di Meester Cornelis, Bekasi dan Tangerang.

Di Tahun 1913 propaganda Sarekat Islam semakin ramai, Marco Kartodikromo kawan lama Goenawan, sudah pindah ke Solo dan menjadi redaktur surat kabar Sarotomo serta mendirikan surat kabar Doenia Bergerak. Di Solo dengan bantuan keuangan dari Haji Samanhudi, Marco hendak membentuk perkumpulan jurnalis modern yang bernama Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Pada bulan November 1913 Marco mengadakan vergadering IJB di kantor surat kabar Sarotomo, dan Goenawan kemudian membentuk perserikatan pengarang Boemipoetra di Batavia.4

Pemikiran dan strategi dakwah SI Batavia mulai di sebarkan melalui Pantjaran Warta. Namun demikian usaha ini tidak disukai oleh Kaum Cina dan pemerintah Belanda, SI batavia di serang dengan berbagai fitnah seperti hendak merubuhkan istana Gubernur Jenderal di Buitenzorg dan membuat huru-hara di Batavia. Padahal sejak bulan Januari – April 1913, Goenawan dan Notohatmodjo sudah mempublikasikan tujuan SI Batavia di Headline surat kabar Pantjaran Warta, bahwa SI Batavia didirikan untuk menyebarkan ajaran agama Islam dan memajukan derajat Kaum Bumiputera.5

Surat Kabar Pantjaran Warta 13 Maret 1914
Surat Kabar Pantjaran Warta 13 Maret 1914

Serangan fitnah yang ditujukan kepada SI Batavia dan surat kabar Pantjaran Warta secara massif mulai terjadi pada pertengahan tahun 1913 yang dipelopori oleh para redaktur surat kabar Perniagaan, Bataviaasche Handelsblad dan Sin Po. Goenawan mendapat serangan fitnah bahwa ia berencana akan membunuh Gubernur Jenderal Idenburg. Setiap kali mendapat serangan, Goenawan pasti menuliskan pemikirannya pada headline Panjtaran Warta. Goenawan menulis dengan huruf kapital “Setia Kami Pada Bendera Tiga Warna”, maksudnya SI Batavia berdiri untuk tidak melawan pemerintah. Namun demikian Goenawan tidak terima jika SI Batavia terus menerus mendapat serangan fitnah dari surat kabar Belanda yang ada di Weltevreden. Redaktur surat kabar Bataviaasche Handelsblad menyebut bahwa SI Batavia tidak pantas mendapat Rechtspersoon status hukum, karena tidak ada manfaatnya bagi kemajuan Hindia Belanda. Goenawan membalasnya bahwa masing-masing perhimpunan memiliki tempatnya sendiri di hati rakyat, jika SI tidak pantas mendapat Rechtpersoon maka ribuan anggota SI di Jawa akan marah.6

Seorang juru tulis Gubernur Jenderal bahkan pernah memberi kabar bahwa SI Batavia sudah menyimpan senapan di rumah-rumah para anggotanya. Kabar ini disebarkan oleh seorang Asisten Wedana di Batavia yang memberitakan bahwa SI Batavia akan merencanakan perang terhadap Gubernur Jenderal. Notohatmodjo membalasnya dan mengatakan bahwa laporan asisten wedana tersebut adalah palsu dan fitnah, karena SI Batavia tidak pernah merencanakan perang dan huru-hara. Notohatmodjo menyebut asisten wedana tersebut dengan sebutan “Si Maboek Pangkat”.7

Walaupun sering mendapat serangan fitnah di surat kabar Cina dan Belanda, sampai pada bulan Juli 1913 menurut Notohatmodjo SI Batavia sudah memiliki anggota sebanyak 35.000 orang. Memiliki sumber daya manusia yang banyak, dengan meniru gaya Haji Samanhudi di Solo, Notohatmodjo kemudian mendirikan koperasi SI Batavia dengan membuka toko-toko, warung dan masjid. Simbol-simbol pembangunan ini telah menjadi sumber motivasi Kaum Bumiputera untuk menghimpun diri dan bergabung dengan SI Batavia. Solidaritas tolong-menolong antar sesama SI, mengurus kematian, dan membantu masalah sengketa tanah sudah menjadi program kerja inheren dari SI Batavia. Ditambah lagi para anggota SI Batavia aktif melarang perjudian, warung minuman keras, dan melarang menghisap madal, ganja, sabu.8

Pada tanggal 25 Juli 1913 surat kabar Het Nieuws Van Den Hag No.171 menulis bahwa pengurus SI Batavia telah menggelapkan uang sebanyak f 15.000 untuk keperluan yang tidak berguna. Isi berita ini kemudian disebarluaskan oleh surat kabar De Locomotief bagian Jawa Barat, yang mempertanyakan uang f 15.000 untuk keperluan Rechtpersoon SI Batavia yang dianggap oleh redaktur De Locomotief telah di korupsi oleh Goenawan. Perang isu semakin panas, setelah Goenawan menyebut surat kabar De Locomotief dan Het Nieuws Van Den Hag sebagai surat kabar pembenci Kaum Bumiputera, karena semua perbuatan baik yang berhubungan untuk memajukan Kaum Bumiputera selalu dipalsukan beritanya oleh kedua surat kabar Belanda tersebut.9

SI Batavia sebagai perwakilan SI bagian Jawa Barat semakin tidak disukai oleh pemerintah, karena di beberapa wilayah sudah mulai berdiri cabang-cabang SI di wilayah karesidenan Batavia seperti SI Bogor, SI Tangerang, SI Karawang, SI Pandeglang, SI Serang dll. Goenawan semakin yakin seperti yang pernah ia tuliskan bahwa kegiatan yang ia lakukan sebenarnya sangat dibenci oleh pemerintah, sampai-sampai surat kabar De Locomotief sebagai salah satu surat kabar terbesar di Hindia Belanda , telah memfitnah nama baiknya sebagai pendiri SI Batavia.

Selain di luar wilayah Batavia, sudah banyak berdiri SI wilayah karesidenan Batavia seperti SI Meester Cornelis, SI Kranji, SI Kampung Baru Tanah Tinggi, SI Kwitang, SI Pasar Minggu. Distrik SI tersebut berdiri atas masing-masing permintaan para anggota karena adanya masalah tanah partikelir yang belum selesai. Seperti di Kwitang banyak Kaum Muslimin yang mengalami masalah ini, sehingga mereka meminta mendirikan SI distrik Kwitang dan meminta pengurus SI Batavia untuk menyelesaikan masalah ini kepada pemerintah. Kondisi yang sama juga terjadi pada pendirian SI distrik Kranji, yang terbentuk karena banyak masalah tanah di Cakung dan Setu.11

Kurang lebih setelah tiga bulan berdiri sejak Februari 1913, SI Batavia sama sekali tidak pernah melakukan kegiatan atau berencana untuk melawan pemerintah. Bahkan para pengurus SI Batavia aktif membantu polisi untuk keamanan kampung dari pencuri. Seorang bangsawan Belanda yang bernama Van Hinloopen Labberton, ketika berencana untuk mendirikan sekolah tingkat dasar khusus Kaum pribumi, sekolah itu dinamakan Bataviaasche Kartinischool. Di dalam sekolah tersebut ia menginginkan adanya pelajaran agama Islam, yang meminta SI Batavia untuk membantu kegiatan agama Islam di sekolah itu, juga Budi Utomo Cabang Batavia yang mengajarkan pelajaran umum. Uang derma diberikan kepada H.M Creutsberg di Kebon Sirih No.48.12

Pada akhir tahun 1913 setelah terbentuknya SI Bandung, SI Cirebon, SI Ciamis, SI Purwakarta dan beberapa di wilayah Jawa Barat, maka SI Batavia dijadikan Central Comite bagian Jawa Barat. SI Jawa Barat dipimpin oleh Goenawan, serta beberapa anggota juga diangkat menjadi pegurus SI Jawa Barat seperti Haji Ahmad Bin Haji Mohammad Tasim, Said Aboebakar Alatas, Sajid Abdollah Bin Ali Alidroes dan Ketua SI Serang R. Hasan Djajadiningrat juga diangkat menjadi komisaris SI Jawa Barat.13

Membesarnya jangkauan SI Batavia yang mampu menguasai seluruh wilayah Jawa Barat, membuat beberapa tokoh penting di luar pergerakan SI mulai bergabung dengan SI. Seperti D.K Ardiwinata seorang jurnalis dan tokoh besar Budi Utomo mulai bergabung dengan SI Batavia, juga tokoh radikal seperti Abdoel Moeis, Suwardi Suryaningrat dan Dr. Tjipto Mangkunkusumo yang telah mendirikan SI Bandung di tahun 1913.

Pada pertengahan tahun 1913 di Hindia Belanda sedang ramai tersebarnya sebuah tulisan radikal karya Suwardi Suryaningrat yang Berjudul “Seandainya Aku Seorang Belanda” yang dianggap menghina wibawa pemerintah Belanda. Pada tanggal 19-20 Juli 1913, Dr. Tjipto yang sudah lama bekerja sama dengan Suwardi mulai menyebarkan pemikiran dari tulisan tersebut ke SI Batavia. Tujuan mereka adalah menghasut Goenawan agar mau menggerakan ratusan ribu anggota SI Jawa Barat untuk melawan Gubernur Jenderal Idenburg. Kejadian ini berlangsung di Hotel milik Goenawan, dan ia menerima Dr. Tjipto disana pada malam hari tanggal 19 Juli 1913. Keesokan harinya tanggal 20 Juli, Dr. Tjipto langsung pulang ke Bandung dan sudah meninggalkan satu bundel tulisan Suwardi di dalam hotel, agar tulisan tersebut segera disebarkan ke seluruh anggota SI Jawa Barat.13

Kedatangan Dr. Tjipto telah mengundang perhatian dari para polisi, sehingga terjadi penggeledahan di Hotel milik Goenawan. Polisi menemukan satu bundel tulisan terlarang itu, dan menuduh Goenawan telah bekerja sama dengan Komite Bimputera, kelompok Suwardi di Bandung. Peristiwa ini kemudian menjadi bulan-bulanan surat kabar Sin Po yang menuliskan bahwa SI Batavia benar-benar akan melakukan pemberontakan kepada Gubernur Jenderal. Nama Goenawan sudah habis di mata Kaum Cina, dan terlarang bagi para pejabat Belanda di Batavia. Sampai pada  akhir tahun 1913 sudah ada dua tuduhan serius yang melekat pada diri Goenawan yang secara langsung juga berdampak pada SI Batavia dan SI Jawa Barat. Tuduhan pertama adalah korupsi uang sebesar f 15.000 yang berkali-kali dibesarkan oleh para redaktur De Locomotief. Kedua adalah tuduhan melakukan pemberontakan.

Dalam surat kabar Sin Po No.253 yang terbit pada tanggal 11 Agustus 1913 telah menyebarkan berita palsu soal Sarekat Islam Cabang Serang yang dipimpin oleh R. Hasan Djajadiningrat. Berita tersebut menjelaskan bahwa SI Serang merupakan cabang yang dilarang berdiri oleh Residen Serang, Redaktur Sin Po juga menyebut Regent Pandeglang tidak setuju dengan tujuan berdirinya perhimpunan tersebut. SI Serang sendiri berdiri berkat usaha para aktivis SI Batavia, yang bertujuan untuk menyebarkan SI di wilayah karesidenan Banten.

Tokoh yang membantu mendirikan SI Serang dan SI Pandeglang adalah Habib Oesman dan Raden Boerhan Kartadireja, mereka yang dimintai tolong oleh R. Hasan Djajadiningrat untuk mengklarifikasi berita dari Sin Po, bahwa yang sebenarnya SI Serang sudah disetujui oleh Residen Serang. Dalam surat kabar yang terbit tanggal 11 Agustus 1913 tersebut, para redaktur Sin Po menuliskan bahwa R. Hasan Djajadiningrat memohon-mohon kepada SI Batavia untuk mencarikan anggota, karena di serang banyak Kaum Bumiputera tidak mau masuk SI. Menurut R. Hasan Djajadiningrat berita ini tidak masuk akal dan penuh dengan kepalsuan, bahwa yang sebenarnya terjadi hampir semua Kaum Bumiputera di Serang berbondong-bondong mau bergabung menjadi anggota SI.14

Tahun 1913 merupakan tahun yang cukup berat bagi SI Batavia, dimana hampir semua cabang-cabang SI yang baru berdiri di sekitar wilayah Batavia, selalu diancam oleh berbagai pihak untuk dibubarkan. Namun demikian SI Batavia semakin kuat menanamkan pengaruhnya pada awal tahun 1914, dengan mulai berdirinya cabang-cabang SI di pulau Sumatera berkat usaha Goenawan. Kondisi ini juga diperkuat dengan bergabungnya D.K Ardiwinata seorang priyayi modern yang sangat dihormati para pejabat Belanda, Ardiwinata mendukung penuh usaha-usaha Goenawan dan para aktivis SI Batavia. Peran D.K Ardiwinata semakin terlihat ketika dirinya mewakili SI Batavia menghadiri Kongres Kedua SI di Pakualaman Yogyakarta pada 18-19 April 1914. Dalam kongres tersebut pemikiran Ardiwinata sangat mendominasi, ia menginginkan SI sebagai organisasi yang intelektual dan modern. Kongres kedua SI tersebut menghasilkan keputusan tentang SI Lokal dan perwakilan Central Comite di masing-masing wilayah.15

Kesimpulan pada keputusan SI Lokal secara tidak langsung telah menguntungkan SI Batavia sebagai perwakilan SI Jawa Barat yang kemudian berhasil membesarkan SI Lampung dan SI Palembang. Di kedua wilayah tersebut Goenawan berhasil merekrut ribuan Kaum Muslimin dan mereka dengan suka rela memberikan uang sumbangan kepada Goenawan demi pembangunan SI. Di tahun 1914 tersebut SI Batavia berhasil menjadi pusat perhatian para pengurus SI lokal di Sumatera, bahkan banyak diantara mereka yang percaya bahwa Goenawan merupakan President Central Sarekat Islam CSI). Aktivis SI Lokal di Lampung dan Palembang bahkan tidak mengenal Tjokroaminoto, yang kemudian menjadi kasus yang ramai pada Kongres Ketiga SI di Surabaya tahun 1915.16

Goenawan mulai diangkat menjadi Presiden SI Jawa Barat dan menjadikan organ propagandanya yakni Panjtaran Warta sebagai surat kabar resmi milik SI Jawa Barat. Goenawan juga diangkat menjadi Wakil Presiden CSI dibawah kepemimpinan Tjokroaminoto, dengan demikian semakin kuat pengauh Goenawan dalam mendirikan SI di berbagai daerah. Bahkan di dalam arena kongres ketiga SI di Surabaya tahun 1915, tersebar isu bahwa Goenawan akan menjadikan SI Batavia sebagai pusat SI yang mewakil SI pulau Sumatera, Borneo, dan Celebes. Tidak mengherankan bahwa dalam kongres ketiga tersebut Goenawan dicekal para petinggi CSI, bahkan oleh D.K Ardiwinata sahabatnya sendiri dari Volksleechteur,Batavia yang mendukung Tjokroaminoto untuk memecat Goenawan.17

Tahun 1916 Goenawan sudah resmi dibuang dari kepengurusan CSI, namun demikian ia tetap berpengaruh di SI Batavia. Selama kurang lebih tiga tahun 1913-1916, Goenawan sebenarnya hendak melanjutkan cita-citanya tentang perserikatan pengarang Bumiputera. Bersamaan dengan keinginanya tersebut, sahabatnya Marco Kartodikromo pulang dari Belanda setelah dirinya dibuang oleh pemerintah karena kasus masalah Persdelict dalam surat kabar Goentoer Bergerak dan Doenia Bergerak.18 Marco kemudian datang ke Batavia dan bergabung menjadi redaktur surat kabar Panjtaran Warta bersama Goenawan dan Notohatmodjo. Kepulangan Marco dari Belanda ternyata banyak mempengaruhi pemikiran dalam diri Goenawan, apalagi ditambah masalah Goenawan yang sudah dibenci oleh para pengurus pusat di CSI.

Selama di Belanda Marco sudah bertemu dengan Suwardi dan mengamati berbagai perubahan politik di Eropa. Terutama tentang ideologi yang berkembang saat itu, baik sosialisme dan komunisme yang banyak mempengaruhi pemikiran Suwardi dan Marco. Oleh karenanya Marco di dalam surat kabar Pantjaran Warta menyebarkan pemikiran tersebut dalam sebuah artikel “Sama rata sama Rasa” yang berkonsep pada basis pemikiran sosialisme di Eropa. Tidak hanya merubah haluan dalam warta politik surat kabar Pantjaran Warta, Marco juga sudah berhasil mendoktrin arah gerak pemikiran Goenawan untuk berdiri di atas basis pemikiran Sosialisme.19[Pemikiran Marco tentang sama rata sama rasa banyak tersebar di berbagai surat kabar, tidak hanya di P.W Marco juga mengirim tulisanya ke redaktur Kaoem Moeda, Sarotomo, Modjopait dan ke Sinar Djawa.]

Pada 20-25 Oktober 1917 di Batavia diselenggarakan Kongres Nasional kedua SI yang bertempat di Weltevreden. Goenawan sudah tidak aktif di SI, dan memilih bergerak bersama Marco untuk mendirikan Perserikatan Jurnalis di Semarang bersama Semaoen , Dr. Tjipto, dan Haji Misbach. Saat Kongres Nasional kedua terselenggara, kondisi politik SI Batavia hampir sama dengan SI lokal lainya di Jawa Barat yang sudah dikuasai penuh oleh Tjokroaminoto. Faktor ini disebabkan karean berhasilnya Tjokroaminoto mengadakan Kongres Nasional terbesar SI di Bandung pada bulan Juni 1916 yang telah menyita perhatian dari seluruh penjuru Hindia Belanda. Begitu pula pada tahun 1919 SI Batavia kembali menjadi tuan rumah Kongres Nasional keempat SI, yang menjadi arena debat antara kubu SI Merah dan SI Putih.

 

*Adhytiawan Suharto merupakan peneliti Studi Wawasan Islam (SWI) bidang Sejarah dan Pergerakan [http//:swionline.net/]. Ia saat ini sedang menempuh studi Pascasarjana  Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.

[Red : Tori Nuariza]

Catatan Kaki :

  1. Pemikiran R.M Tirtoadisoerjo tentang modernisasi dapat lihat S.A.A Badjenet- R.M. Tirtoadisoerjo, “Apa S.D.I itu ?”,Medan Prijaji, tahun 1909 halaman 181 dalam Pitut Soeharto, A.Zainoel Ihsan., Cahaya di Kegelapan : Capita Selecta Kedua Boedi Utama dan Sarekat Islam (Jakarta: Jayasakti, 1981),  hlm. 249-264.
  2. Berspeking Der Leidende Personen R. Goenawan dalam S.L Van Der Wal, De Opkomst Van De Nationalistische Beweging (Groningen: JB Wolters, 1967), hlm. 192
  3. “Berhati Tjemboroe Kepada S.I”, Pantjaran Warta, 21 Agustus 1913
  4. “Perserikatan Pengarang Bumiputera I.J.B, Pantjaran Warta, 11 November 1913.
  5. Goenawan, “Lain Haloean”, Pantjaran Warta, 10 Juli 1913
  6. Goenawan, “Dapatkah Maksoed Kami?”, Pantjaran Warta, 3 Juli 1913
  7. Notohatmodjo, “ Maboek Pangkat”, P.W, 1913
  8. Notohatmodjo, “Insaflah”, Pantjaran Warta, 7 Juli 1913
  9. Goenawan, Toekang Ngobrol, Pantjaran Warta, 28 Juli 1913
  10. Actienja S.I Ditanah Tanah Particulier”, Pantjaran Warta, 20 Agustus 1913. Masalah kasus tanah di Cakung dapat dilihat dalam laporan Cohen di Sarekat Islam Lokal No.7 hlm. 29-59
  11. “Bataviaasche Kartinischool”, P.W 1913
  12. “Hoofdbestuur Sarekat Islam Djawa-Barat Terdoedoek di Betawi”, dapat dilihat dalam headline P.W yang terbit di bulan juli 1913
  13. Comite Boemipoetra dan S.I, Bromartani, 6 Agustus 1913. Berita sejenis juga dapat dilihat dalam Pantjaran Warta tanggal 2 Agustus 1913
  14. Goenawan, “ Sarekat Islam Serang”, Pantjaran Warta, 16 Agustus 1913
  15. Berita tentang D.K Ardiwinata dan Kongres kedua S.I di Yogyakarta dapat dilihat dalam surat kabar Sinar Djawa, Pantjaran Warta, Oetoesan Hindia, Sarotomo, Kaoem Moeda yang terbit di bulan April 1914.
  16. Dinamika Kongres ketiga SI di Surabaya dapat lihat pemikiran Abdoel Moeis di surat kabar Kaoem Moeda 15 juli 1915
  17. Abdoel Moeis,” Boekan Anti-SI Tapi S.I er Sedjati”, Kaoem Moeda, 6 juli 1915
  18. “ Persdelict Marco”, Kaoem Moeda, 6 Juli 1915
  19. Pemikiran Marco tentang sama rata sama rasa banyak tersebar di berbagai surat kabar, tidak hanya di P.W Marco juga mengirim tulisanya ke redaktur Kaoem Moeda, Sarotomo, Modjopait dan ke Sinar Djawa.