Peran perempuan dalam sejarah bangsa kita, sangat beragam salah satunya dalam ranah pendidikan. Muslimah pertama yang mendirikan sekolah perempuan pertama di Indonesia ialah Rahmah El Yunusiyah. Rahmah lahir di Nagari Bukit Surungan, Padang Panjang, Padang, Sumatra Barat pada 1 Rajab 1318 Hijriyah atau 29 Desember 1900. Rahmah adalah anak bungsu dari empat bersaudara putri pasangan Syaikh Muhammad Yunus (Pandai Sikek) dan Rafi’ah (Si Kumbang). Berdasarkan sisi silsilah, Rahmah berasal dari suku Sikumbang (ditarik dari jalur garis keturunan ibu karena di sana berlaku matri lineal). Ayahnya adalah seorang qadi (hakim yang mengambil keputusan berdasarkan syariat Islam) dan ahli ilmu falak di Pandai Sikek. Sedangkan kakeknya adalah Syaikh Imaduddin, ulama dan tokoh tarekat Naqsyabandiyah yang terkenal di Tanah Minang.1
Latar belakang pendidikan Rahmah tak lepas dari keluarganya. Rahmah kecil belajar kepada Ayahnya, namun hal ini tidak berlangsung lama sebab ayahnya sudah meninggal sejak ia masih muda. Kemudian ia belajar dari kakak-kakaknya Zainuddin Labay dan M. Rasyad. Kepada merekalah Rahmah belajar membaca dan menulis. Labay sendiri adalah pendiri Diniyat School di Sumatera Barat, Rahmahpun ikut belajar disana.
Pengalaman belajar di Diniyat School, selain memberikan banyak ilmu dan wawasan kepada Rahmah ternyata memberikan satu keresahan pula. Menurutnya, sistem pendidikan yang berlaku di Diniyat School kurang memberikan keterbukaan kepada siswa putri mengenai persoalan khusus perempuan. Keresahan itulah yang mendorongnya untuk belajar kepada sejumlah ulama seperti Abdul Karim Amrullah (Ayah Buya HAMKA), Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, dan Syech Daud Rasyidi.
Dari sinilah, mulai lahir gagasan tentang pentingnya pendidikan kaum perempuan dalam diri Rahmah. ia memutuskan berjuang untuk mengentaskan kaum perempuan sebagai jalan juangnya hingga akhir hayat.
Rahmah adalah sosok perempuan yang gemar berilmu serta taat beragama. Dalam beragama, semangat Rahmah tak hanya berhenti pada tataran ritual saja, melainkan mewujud dalam aksi nyata. Semangat Rahmah mengangkat harkat kaum muslimah terilhami oleh spirit ajaran Islam yang secara tegas menyebutkan: “Menuntut ilmu itu wajib bagi tiap tiap orang Islam laki-laki dan perempuan”.
Pada tanggal 1 November 1923, sejarah telah mencatat berdirinya perguruan untuk wanita Islam pertama di Indonesia yakni Madrasah Diniyah Puteri (Madrasah Diniyah li al-Banat) di Padang Panjang, Sumatra Barat.
Tujuan pendidikan Diniyah Puteri yang ia kembangkan adalah, “Membentuk puteri yang berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap dan aktif serta betanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air atas dasar pengabdian Allah Subhanahu wata’ala”.2

Untuk mengembangkan pengetahuannya tentang kurikulum sekolah, Rahmah melakukan studi banding melalui kunjungan-kunjungan sekolah ke Sumatera dan Jawa (1931). Selanjutnya ia juga mendirikan Freubel School (Taman Kanak-kanak), Junior School (setingkat HIS). Sekolah Diniyah Putri sendiri diselenggarakan selama 7 tahun secara berjenjang dari tingkat Ibtidaiyah (4 tahun) dan Tsanawiyah (3 tahun). Pada tahun 1937 berdiri program Kulliyat al-Mu’alimat al-Islamiyah 3 tahun yang diperuntukkan bagi calon guru. 3
Tentu saja, perjuangan Rahmah dalam merawat Diniyyah Putri mendapat berbagai tantangan yang luar biasa. Mulai dari kematian kakaknya, yang berarti ia harus kehilangan sosok ayah, guru serta kawannya dalam berjuang. Hingga krisis pendanaan yang diakibatkan dari peristiwa gempa bumi besar yang menghancurkan sekolah Diniyyah Putri. Ditambah, dalam hal mendirikan sekolah pada masa penjajah sangatlah sulit. Pemerintah kolonial selalu mengawasi pergerakan Rahmah dan lembaga yang didirikan. Konon, pernah suatu ketika pemerintah kolonial hendak menawarkan subsidi pada lembaga yang didirikan Rahmah, akan tetapi dengan tegas dan berani, Rahmah menolaknya. Keputusan ini Rahmah ambil karena ia tidak ingin menjadi bawahan penjajah dan terikat pada aturanya. Rahmah sangat membenci penjajahan dan ia adalah nasionalis sejati. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaannya dalam berbagai aktivitasnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Rahmah El-Yunusiah terjun dalam berbagai kegiatan. Antara lain terlibat langsung dalam berbagai aktivitas sebagai berikut:
Pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Sumatra Barat. Anggotanya terdiri dari pemuda-pemuda yang telah terlatih dalam lascar Gyu Gun Ko En Kai (laskar rakyat) yang sebelumnya dibentuk oleh Jepang. Dapur asrama dan harta miliknya direlakan untuk pembinaan TKR yang rata-rata masih muda usia. Rahmah sendiri ditunjuk menjadi Ketua Haha no Kai (organisasi perempuan) di Padang Panjang, untuk membantu pemuda-pemuda indonesia yang terhimpun dalam Gyu Gun (laskar rakyat) agar mereka kelak dapat dimanfaatkan dalam perang revolusi perjuangan bangsa. Ikut mengayomi laskar-laskar barisan Islam yang dibentuk oleh sejumlah organisasi Islam pada waktu itu seperti Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbul Wathon. Oleh karena itulah para pemuda pada masa itu menjuluki Rahmah El-Yunusiah sebagai “Ibu Kandung Perjuangan”.
Semasa perang asia-pasifik, gedung sekolah Diniyah Putri dua kali dijadikan rumah sakit darurat untuk menampung korban kecelakaan kereta api. Atas peristiwa ini Diniyah School Putri mendapat Piagam Penghargaan dari Pemerintah Jepang.11 Rahmah juga tercatat sebagai salah seorang pendiri partai Masyumi di Minangkabau. Rahmah cukup aktif dalam mengembangkan Masyumi. Sampai pada pemilu tahun 1955, Rahmah dicalonkan oleh partainya dan terpilih menjadi anggota Parlemen (DPR) mewakili Sumatra Tengah (1955-1958).4
Hadirnya sosok Rahmah adalah refleksi ideal seorang muslimah untuk setiap zaman. Ia adalah pejuang yang memiliki cita-cita tinggi, progresif dan visioner. Ia berharap kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat tidak hanya sebagai istri yang akan melahirkan anak-anak dan keturunan semata. ia menginginkan terangkatnya derajat kaum perempuan ke tempat yang lebih proporsional dan pantas. Ia membuktikan bahwa perempuan sangat mampu memberikan peran dan kontribusi terhadap peradaban. Kaumnya harus mengerti hak dan kewajibannya sebagai seorang istri, sebagai seorang ibu dan sebagai anggota masyarakat. Kaum perempuan harus dapat menjalankan peranannya sebagaimana yang telah digariskan oleh agama Islam.
Semuanya harus melalui pendidikan dan pengajaran. Perempuan harus terus belajar dan berupaya untuk memahami persoalan yang ada di sekitar mereka. Selama mereka masih berada dalam kebodohan, maka nasib kaum perempuan itu tidak akan berubah. Oleh karena itu Rahmah berpendapat bahwa perempuan itu harus mendapatkan akses pendidikan, sebagaimana kaum laki- laki mendapatkan kesempatan yang sama. Hak untuk mempunyai ilmu pengetahuan dan pendidikan antara laki- laki dan perempuan adalah sama.3
Rahmah adalah sosok perempuan, muslimah sejati yang sungguh layak disebut Pejuang perempuan yang mempelopori pendidikan perempuan di Indonesia. Kiprahnya yang sudah menembus batas-batas abstrak seperti yang dibincangkan teman-teman feminis (domestik-publik) telah ia kuasai dengan semangat pengabdian yang bernafaskan Islam. Hal ini dibuktikan dengan keseriusannya mendirikan sekolah khusus untuk kaum perempuan pertama dalam negeri. Ia juga merupakan orang pertama mendirikan layanan kesehatan (Rumah Sakit) khusus untuk kalangan perempuan.

Rahmah El-Yunusiah adalah contoh perempuan tangguh dan pantang menyerah. Yang istimewa dari sosok Rahmah jika dibandingkan dengan beberapa tokoh yang bergerak di keperempuanan adalah corak perjuangannya bersifat agamis. Secara konsisten dan komitmen penuh, ia menggunakan ajaran Islam sebagai dasar dan penegakannya menjadi cita-cita perjuangan.
Rahmah telah tampil sebagai perempuan tangguh, cerdas dan pendobrak tradisi tumpul. Sosoknya yang tegas dan visioner telah menyadarkan peranan perempuan yang cukup central dalam tatanan masyarakat. Perempuan sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan awal sikap mental dan kepribadian generasi baru di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dari kisah kehidupannya dapat kita simpulkan bahwa Rahmah El-Yunusiah merupakan sosok pejuang perempuan dengan motivasi yang tinggi dan pantang menyerah dalam memperjuangkan pendidikan kaum perempuan. Ia berjuang berdasarkan ide-ide yang ia yakini yang bersumber dari ajaran Islam yang berlandaskan Al Quran dan As-Sunnah. Pejuang tangguh selalu mewariskan nilai dan semangat yang bisa diteladani oleh generasi sesudahnya. Rahmah El-Yunusiah sendiri telah memberikan bukti bahwa harkat dan martabat manusia bisa terangkat ketika mereka menyadari tentang pentingnya ajaran agama diamalkan secara konsisten.
Hari ini adalah hari Kartini dan Rahmah memang tak seberuntung Kartini. Namanya tak tercatat dalam ingatan nasional yang diperingati setiap tanggal 21 April. Akan tetapi sumbangsihnya terhadap pendidikan kaum perempuan tak bisa ditawar lagi.
Rahmah adalah sosok pejuang perempuan sejati. Sumbangsihnya patut kita patri sebagai bekal dalam pengabdian teruntuk umat juga bangsa. Semoga kita tak luput pula akan adanya pejuang serupa, mulai dari ulama perempuan yang mendirikan sekolah perempuan pertama di Tanah Suci, hingga jurnalis muslimah pertama bangsa yang membidani surat kabar Soenting Melajoe.(Perempuan Melayu). Selamat Hari Kartini!.
*Ratna Dwi Ambarwati, merupakan founder komunitas Disperis (Diskusi Perempuan Islam)
Catatan Kaki
1 Aminuddin Rasyad, et. all, H.Rahmah El Yunusiyyah dan Zainuddin Labay El-Yunusy: Dua Tokoh Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia Riwayat Hidup, Cita-Cita, dan Perjuangannya, Jakarta: Pengurus Perguruan Diniyyah Puteri Perwakilan Jakarta,1991, hlm. 35-37
2 Susiyanto, Rahmah El Yunusiyah : Perempuan Pejuang, Pejuang Perempuan.
3 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2005, hlm.29; Jajat Burhanudin dan Oman Fathurrahman (ed.), Tentang Perempuan Islam …, hlm, 18-19
4 Susiyanto, Rahmah El Yunusiyah : Perempuan Pejuang, Pejuang Perempuan.
[Red: Tori Nuariza]