Standardisasi Pendidikan Pesantren di Era Digital

Standardisasi Pendidikan Pesantren di Era Digital

Muhbib Abdul Wahab*

Pesantren merupakan institusi pendidikan Islam paling tua yang mengakar kuat dalam sejarah bangsa Indonesia. Sejak tujuh abad lalu atau mulai abad ke-15, pesantren hadir sebagai manifestasi dari perjumpaan sinergis antara ajaran “Islam dan kearifan nasional”.

Pesantren merupakan lembaga keagamaan sekaligus lembaga pendidikan yang sangat khas Indonesia dan kaya budaya. Dalam amanatnya yang disampaikan saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) II di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Presiden RI menyatakan pentingnya membangun karakter dan menanamkan nilai-nilai agama melalui pendidikan pesantren (Republika, 18 Oktober 2017)

Sejarah mencatat bahwa pesantren tidak hanya mampu bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan zamannya, tetapi juga mengalami perkembangan pesat dan transformasi dari masa ke masa. Kontribusi pesantren dalam perjuangan bangsa untuk mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan RI tidak dapat diragukan.

Setelah kemerdekaan, pesantren juga berperan penting dalam mengawal, mempertahankan, mengisi, dan memaknai kemerdekaan. Sebagian dari pendiri bangsa ini, misalnya Ki Bagus Hadikusumo dan KH A Wahid Hasyim adalah santri. Jenderal Besar Sudirman, pemimpin perang gerilya adalah juga santri sejati yang pernah diwakafkan oleh Muhammadiyah kepada bangsa Indonesia.

Selain berperan strategis dalam transmisi keilmuan dan pelestarian nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, pesantren juga berfungsi sebagai pusat tafaqquh fi ad-din (pendalaman dan penguasaan ajaran agama), pelestarian tradisi, pengaderisasian ulama, dan penyiapan pemimpin umat dan bangsa.

Namun, hingga saat ini, sistem pendidikan pesantren belum distandardisasi sebagai sebuah sistem pendidikan yang holistik integratif dan interkonektif, sehingga pengelolaan sebagian besar pesantren cenderung tidak berbasis sistem manajemen mutu, bahkan tidak sedikit yang jauh dari memadai, statis, dan tidak berkembang.

 

Standardisasi sistem

Pada era digital yang penuh tantangan dan kompetisi global ini, standardisasi sistem pendidikan pesantren adalah sebuah keniscayaan. Sebab jika tidak distandardisasi, pesantren boleh jadi dikelola seadanya atau sesuai “selera kiai” sebagai figur sentralnya, sehingga pesantren cenderung sulit berkembang dan berkemajuan. Dengan kata lain, standardisasi sistem pendidikan pesantren diperlukan agar standar mutu pendidikan pesantren benar-benar terjamin dan mendapat rekognisi, baik tingkat nasional maupun internasional.

Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan pesantren harus berbasis sistem holistik integratif dan standar mutu yang jelas dan terukur, mulai dari standar kompetensi lulusan, isi, proses, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, pengelolaan, pembiayaan, sarana dan prasarana, hingga penilaian.

Standardisasi pendidikan pesantren diharapkan dapat menggaransi terwujudnya layanan pendidikan ideal dengan keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan, yaitu keunggulan dalam penguasaan ilmu keislaman, keterampilan berbahasa, keterampilan hidup, kepemimpinan, dan kewirausahaan yang profesional dan andal.

Dengan standardisasi sistem pendidikan, penyelenggaraan pesantren dapat menjadi lebih visioner, memiliki tata pamong yang kredibel, akuntabel, transparan, efisien, dan efektif. Standardisasi itu bukan identik dengan birokratisasi dan formalisasi, melainkan pemberian jaminan mutu layanan pendidikan bagi pemangku kepentingan.

Esensi standardisasi adalah regulasi, reformasi, dan akreditasi institusi pesantren agar dikelola dan dikembangkan menjadi poros pembangunan peradaban bangsa yang berkemajuan, unggul, dan seimbang, antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani.

Sistem pendidikan pesantren berkemajuan meniscayakan aktualisasi kompetensi lulusannya yang mampu menjelaskan agama dengan bahasa sains modern, sekaligus dapat mengaitkan sains modern dengan ayat-ayat Al-Quran dan ayat-ayat semesta. Pesantren berkemajuan dipastikan akan lebih sukses membentuk karakter positif, integritas moral, dan budaya prestasi bagi para santri.

Standardisasi pesantren juga dapat diandalkan menjadi sebuah sistem pendidikan yang tangguh dalam internalisasi imtak (iman dan takwa) dan karakter positif, sekaligus unggul dalam penguasaan ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan, dan seni). Nilai-nilai keislaman dan spirit kepesantrenan, seperti keikhlasan, kejujuran, kesederhanaan, kesantunan, persaudaraan, kemandirian, dan sebagainya akan menjiwai segenap proses pendidikan dan pembentukan karakter positif santri.

 

Internasionalisasi pesantren

Standardisasi sistem pendidikan pesantren ke depan, secara gradual, menghendaki adanya proses akreditasi, sebagainya pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Sudah saatnya pesantren dipromosikan menjadi berstandar dan berkualifikasi nasional, bahkan internasional. Bahkan, internasionalisasi pesantren boleh jadi merupakan kebutuhan masa depan pendidikan Islam. Internasionalisasi pesantren mustahil dapat diwujudkan tanpa standardisasi dalam berbagai aspeknya.

Pesatnya perkembangan sains dan teknologi, terutama di bidang komunikasi dan informasi, nyaris tidak bisa direspons dengan sistem pendidikan ala kadarnya. Manajemen dan kepemimpinan pesantren berkemajuan, perlu digerakkan dan dikembangkan dengan visi dan misi ke depan yang jelas dan cerdas sekaligus berorientasi kepada kemajuan peradaban keumatan dan kebangsaan, bukan berorientasi “mencari hidup dan penghidupan”.

Internasionalisasi pesantren tidak mustahil dapat menjadi embrio munculnya model pendidikan Al-Azhar di Kairo yang semula didirikan berbasis masjid lalu menjadi universitas yang mampu eksis lebih dari satu milenium melalui optimalisasi dana wakaf dan filantropi Islam.

Internasionalisasi pesantren sejatinya penting menjadi komitmen pemerintah cq Kementerian Agama RI untuk mempromosikan Islam moderat dan berkemajuan ala Indonesia kepada masyarakat dunia, khususnya dunia Islam. Karena wajah moderasi Islam itu dapat ditemukan di dunia pesantren yang berstandar, bukan pesantren ala kadarnya.

Oleh karena itu, internasionalisasi pesantren menghendaki aplikasi sistem informasi pesantren yang terbuka, menarik, dan layak dinikmati dunia. Pengembangan kerja sama, kemitraan strategis, dan jaringan pesantren dengan berbagai instansi di dalam dan luar negeri akan dapat terjalin dengan baik, jika internasionalisasi pesantren menjadi spirit pengembangan pesantren.

Internasionalisasi pesantren juga merupakan satu langkah strategis untuk mengekspor Islam rahmatan li al-‘alamin yang damai, toleran, bersatu, dan bersaudara kepada dunia internasional. Sudah saatnya, warga dunia yang datang ke Indonesia bukan hanya untuk berbisnis dan berwisata, melainkan juga menjadi santri dan belajar Islam moderat yang berkemajuan.

Akhirul kalam, jika Pancasila merupakan hadiah terbesar umat Islam untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tercinta, pesantren adalah warisan dan aset pendidikan Islam Indonesia yang perlu dikembangkan dan diinternasionalisasikan dengan standardisasi sistem pendidikannya. Standardisasi pendidikan pesantren adalah langkah strategis menuju Indonesia berkemajuan yang unggul dan berdaya saing tinggi di dunia Islam ataupun internasional. Semoga!. [ROL]

 

*Muhbib Abdul Wahab merupakan Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah, Dosen Pascasarjana FITK UIN Jakarta.