WINA, (Wartamuslimin.com) — Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) di Eropa beserta komunitas muslim baru-baru ini mengutuk kekerasan yang sedang berlangsung di Myanmar, dan menegaskan insiden tersebut sangat “tidak manusiawi” dan merupakan “pembersihan etnis”, seperti dilansir AA.
Kecaman tersebut menyusul laporan mengenai jatuhnya ratusan korban sipil massal setelah serangan mematikan baru-baru ini oleh pasukan keamanan Myanmar yang terlibat baku tembak dengan gerilyawan Rohingya.
“Kami sangat mengutuk kekerasan dan penindasan yang tidak manusiawi di negara Myanmar terhadap Muslim Rohingya”, pungkas Ibrahim Olgun, Ketua Komunitas Islam Austria, saat berbicara dengan Anadolu, Selasa (29/08).
Esad Memic, Ketua Muslim Bosnia di Austria, mendesak masyarakat internasional untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi minoritas Muslim Rohingya.
“Kehormatan umat manusia sedang diinjak-injak di bawah kaki. penduduk di negara bagian Rakhine tidak memiliki asa hak asasi manusia, ” tandasnya.
Mohammad Faroque al-Madani, Anggota Eksekutif Islamic Center Bangladesh di Wina, juga meminta negara-negara Muslim untuk bersuara lantang melawan kekejaman rezim Myanmar.
Seruan sanksi ekonomi dan tekanan diplomatik terhadap Myanmar untuk membalas aksi tentaranya, ujar Nourdeen Wildeman, Presiden Yayasan As-Salaamah di Utrecht, Belanda, mengatakan bahwa telah ada pengurangan hak-hak masyarakat secara sistematis di Myanmar.
Juru bicara Kelompok Burma yang berbasis di Brussels, Gillet Pierre-Yves menggambarkan kekerasan di negara bagian Rakhine sebagai operasi “pembersihan etnis”, dengan mengatakan: “Warga sipil hidup di bawah rasa sakit karena kematian. Situasinya sangat mengerikan. Komunitas internasional harus segera mengendalikannya pada tingkat tertinggi.”
Ribuan Muslim Rohingya Dibantai di Myanmar
Sementara itu, Ribuan Muslim Rohingya dibantai dalam tiga hari terakhir di negara bagian Rakhine, Myanmar Barat, demikian pernyataan Dewan Rohingya Eropa, European Rohingya Council (ERC), Senin (28/08).
Juru bicara Dewan Rohingya Eropa (ERC) Anita Schug saat berbicara dengan Anadolu mengatakan bahwa antara 2.000 sampai 3.000 Muslim telah meninggal dunia di negara bagian Rakhine, sementara ribuan lainnya mengalami luka-luka dalam apa yang dia gambarkan sebagai “slow-burning genocide”, pembantaian perlahan.
“Ini [situasi di Rakhine] adalah “slow-burning genocide” [pembantaian perlahan] yang terus berlanjut,” kata Schug.
European Rohingya Council (ERC) menuding Militer Myanmar berada di balik kematian ribuan Muslim tersebut.
Anita Schug mengatakan hampir seribu umat Islam dibantai pada hari Ahad (27/08) di Desa Saugpara, Rathedaung.
Lebih dari 100.000 warga sipil telah mengungsi di Rakhine, sementara 2.000 Muslim lainnya terjebak di perbatasan Myanmar-Bangladesh yang ditutup oleh pemerintah Bangladesh, papar Schug.
Jubir ERC ini juga mengatakan bahwa seratus penduduk Desa Auk Nan Yar diculik paksa dan dibawa ke tempat yang tidak diketahui pada hari Rabu (30/08), Schug menambahkan bahwa banyak kekhawatiran akan keselamatan mereka.
Serangan mematikan terhadap pos-pos perbatasan di negara bagian Rakhine, Myanmar Barat, terjadi pada hari Jumat (25/08), mengakibatkan korban sipil massal, menyebabkan lebih dari 100 orang tewas. Kemudian, laporan media muncul mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar dilaporkan telah memindahkan ribuan penduduk desa-desa Muslim Rohingya, bahkan membakar rumah-rumah mereka dengan mortir dan senapan mesin.
European Rohingya Council (ERC) mengatakan bahwa banyak orang termasuk wanita dan anak-anak berlindung di hutan, sementara yang lainnya walau penuh risiko menyeberangi perbatasan Myanmar-Bangladesh, sementara sebagian besar kini terdampar di pinggiran Sungai Naf ditengah pemerintah Bangladesh yang terus memperketat keamanan perbatasannya dan mendorong mundur para pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh, agar kembali ke Rakhine.
“Kami memohon kepada masyarakat internasional untuk menerapkan ‘Tanggung Jawab untuk Melindungi’ karena kini penduduk sipil Rohingya menjadi korban dari episode lain dari meluasnya ‘kejahatan terhadap kemanusiaan’ di bawah tangan besi Angkatan Bersenjata Myanmar,” kata European Rohingya Council (ERC) dalam pernyataan persnya, dikutip dari AA.
Dewan Rohingya Eropa juga mengatakan bahwa waktu dirilisnya laporan akhir Komisi Penasihat Negara Bagian Rakhine yang juga mantan Sekjen PBB Kofi Annan bertepatan dengan momentum insiden kekerasan di Rakhine dan ini bukanlah sebuah kebetulan.
“Ini adalah usaha yang diperhitungkan untuk merongrong rekomendasi komisi [penasihat] tersebut, yang mengusulkan pemberian status kewarganegaraan Rohingya, kebebasan bergerak, akses kesehatan dan pendidikan, akses terhadap bantuan kemanusiaan, serta akses warga sipil dan media,” pungkas ERC.[NZ]