Kampung Laweyan, Poros Ekonomi dan Pergerakan Islam di Solo

SOLO, (Wartamuslimin.com) — Laweyan menjadi kota Bandar, jalur perdagangan yang mashyur dan ramai pada abad ke 15. Letak geografisnya yang strategis membuat Laweyan memiliki arti penting bagi perkembangan kota Surakarta di kemudian hari.

Melalui Laweyan pula Agama Islam masuk di Kota Bengawan, fakta sejarah inilah yang mungkin kurang dipahami dengan baik oleh penguasa saat ini hingga membuat kawasan ini harus tertatih- tatih menata masa depannya sendiri.

Sejarah mencatat Laweyan sebagai kota industri batik yang dimulai sejak Kerajaan Demak yang kemudian dipindahkan ke Pajang. Pada masa itu akses jalur lalu lintas yang mobilitasnya hidup adalah kota Bandar atau tepi sungai. Laweyan yang terletak di tepi sungai Jenes dan Banaran, dua anak sungai Bengawan Solo sejak saat itu dikenal sebagai kota industri lawe atau benang.

“Dahulu di Laweyan itu ada kota bandar yang biasa di lalui kapal besar dan menghubungkan antar bandar, pada saat itu sudah banyak penduduk yang berjualan lawe sebagai bahan kain,” tutur salah seorang keturunan Kyai Samanhudi, Dr. Prastyo Adi Wisnu Wibowo saat mengisi sarasehan budaya yang berlangsung di Balai Kampung Batik Laweyan, Senin malam (25/09).

Sosok fenomenal yang melegenda bagi warga kampung batik Laweyan tidak lain yaitu Kyai Samanhudi. Dialah penggerak organisasi pergerakan nasional pertama yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 16 Oktober 1905. Ir. Soekarno yang kala itu masih menjadi presiden menghadiahkannya sebuah rumah dan sebuah piagam penghargaan sebagai wujud penghargaannya.

“SDI yang semula sebagai organisasi perkumpulan pedagang muslim pun berubah menjadi organisasi politik yang menentang praktik feodalisme di Indonesia,” kata Prasetyo.

Warga Laweyan memandang sosok Samanhudi sebagai saudagar muslim yang cerdas dalam membaca zaman. Spirit ini pun memompa semangat juang mereka dalam menata kawasan Laweyan sebagai pusat perekonomian batik yang mandiri. Bahkan generasi baru Laweyan ini berharap kelak bisa mengembalikan kejayaan Laweyan seperti dahulu kala.

Sejarawan muda, Heri Priyatmoko menjelaskan bahwa Laweyan memiliki makna di mata berbagai kalangan seperti akademisi dan peneliti. Laweyan laksana medan magnet yang menarik untuk diteliti maka tak heran jika kampung ini tidak pernah sepi dari aktivitas penelitian. Bagi seorang peneliti, kampung ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dan mendetail mengenai seluk beluk Laweyan, aktivitas sosial masyarakat di dalamnya.

“Laweyan adalah sumur, sumber inspirasi yang tidak pernah habis, terbukti mampu menggerakan para kaum cerdik pandai kampus datang ke Laweyan,” jelasnya

Heri menjelaskan di masa lalu Laweyan pernah mengalami masa alienasi, terbukti melalui sebuah peta  pada akhir abad 18 nama Laweyan tidak tercantum. Selain itu dalam sebuah novel masa itu ada sebuah percakapan yang menganggap bahwa Laweyan bukan bagian dari Solo. Belum lagi mitos- mitos yang beredar yang mengatakan bahwa jangan meremehkan orang Laweyan nanti digigit Nyai Blorong.

“Pada masa kerajaan struktur piramida sosial masyarakat Jawa terdiri atas bangsawan, priyayi dan wong cilik, pedagang atau saudagar tidak ada, maka secara tidak langsung masyarakat Laweyan tersingkir,” ungkapnya.

Meskipun upaya menyingkirkan Laweyan dari percaturan realita sosial kemasyarakatan itu ada, namun fakta sejarah tetap menyajikan realita yang tak bisa dipungkiri. Mereka tetap berkarya misalnya di Kampung Laweyan perempuan merupakan motor penggerak perekonomian batik. Perempuan Jawa Laweyan biasa dipanggil dengan mbok marsih, mereka mengatur produksi hingga pemasaran batik tulis di Laweyan.

“Mental- mental pengusaha benar- benar tumbuh di kalangan perempuan Laweyan,” terangnya.

Saudagar muslim Laweyan di masa lalu tetaplah mempesona lewat pemikiran, perjuangan dan kreativitasnya berkarya seni batik. Berbicara Laweyan maka berbicara tentang konsep berkesadaran masyarakatnya. Kesadaran akan keruangan,manajemen, bermedia, berliterasi, dan berorganisasi, menjadi tanda bahwa orang Laweyan sangat peka dalam membaca zaman.

Rep : Kukuh Subekti / Red : Tori Nuariza