JAKARTA, (Wartamuslimin.com) — Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Majelis Ormas Islam (MOI) dan Ikatan Ulama dan Dai Asia Tenggara, menolak internasionalisasi penyelenggaraan haji dan umrah.
Ketiga lembaga tersebut telah mengadakan pertemuan membahas wacana internasionalisasi penyelenggaraan haji dan umrah urusan tanah suci Makkah dan Madinah, Kamis (15/2). Ide ini disebut berawal dari Iran.
“Isu ini lama tidak mencuat dan di Indonesia sendiri pun tidak muncul, tetapi di luar negeri beberapa negara isu ini ramai diperbincangkan sehingga muslim Indonesia perlu angkat bicara,” pungkas Ketua Ikatan Ulama dan Dai Asia Tenggara, Ustadz Zaitun Rasmin kepada Republika.co.id, Jumat (16/02).
Indonesia perlu menjawab isu ini, karena banyak pihak khawatir Indonesia mendukung internasionalisasi ini.
Ustadz Zaitun Rasmin mengatakan pihaknya menolak tegas internasionalisasi, maupun campur tangan negara lain dalam mengelola dua kota suci Makkah dan Madinah. Termasuk penyelenggaraan haji di sana.
Ormas Islam di Indonesia, menurutnya, sepakat hak pengelolaan haji dan dua kota suci berada pada kewenangan Arab Saudi.
“Ide Internasionalisasi menurut saya sarat kepentingan politik dan ekonomi, yang dapat merugikan banyak pihak,” paparnya.
Saat ini menurut Zaitun, di bawah pengelolaan Kerajaan Saudi, penyelenggaraan haji memiliki fasilitas yang lengkap. Terutama dalam perluasan Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Peningkatan fasilitas yang setiap tahun membaik sehingga tidak ada alasan untuk melakukan internasionalisasi dalam pengelolaannya.
Sempat muncul alasan bahwa ide internasionalisasi karena merasa Makkah dan Madinah milik umat Islam seluruh dunia. Padahal hubungan antara dua kota suci dengan umat Islam seluruh dunia adalah maknawiah. Seperti Masjidil Aqsa yang dibela seluruh umat Islam tetapi hak pengelolaan ada pada negara Palestina.[NZ]