FLP Solo Gelar Muscab dan Bedah Buku “Ada Apa Di Balik Bui dan Pesantren?”

SOLO, (Wartamuslimin.com) — Forum Lingkar Pena (FLP) Solo awal Mei lalu menggelar bedah buku yang bertajuk “Ada Apa Di Balik Bui dan Pesantren?”. Acara yang berlangsung pada Selasa (01/05) itu sekaligus sebagai ajang reuni dan Musyawarah Cabang bagi para anggota FLP di Kota Solo.

Kegiatan ini tampak dihadiri oleh puluhan peserta, dan bermaksud membedah dua buah buku karya anggota FLP yakni Ranu Muda Adi Nugroho dengan bukunya berjudul “Salam Jari Dari Bui serta Aisyah Badres dengan bukunya “Catatan Harian Anak Pesantren”. Kedua penulis ini pun mengisahkan bagaimana proses terbitnya kedua buku. Mulai dari kisah penolakan oleh penerbit buku hingga buku yang akhirnya diedarkan secara cuma-cuma alias gratis.

“Awalnya buku yang saya tulis ini sempat ditolak oleh penerbit, waktu itu karena jumlah halaman yang baru sedikit sekitar 60 halaman, sambil mencari penerbit saya menulis lagi hingga 80 halaman dan alhamdulilah bisa di ‘acc’ penerbit” ujar Aisyah Badres di hadapan puluhan peserta bedah buku di Ruang Seminar Masjid Nurul Huda UNS.

Aisyah sendiri mengakui jika dirinya bukanlah seorang santri atau mantan santri. Namun sebagai penulis dia pun tidak asal menulis, artinya ada sebuah riset, penelitian yang berupa wawancara langsung kepada mereka yang pernah hidup dan tinggal di pesantren. Sehingga buku yang ditulisnya pun bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun sosial karena bukan berisi khayalan penulis.

“Buku ini saya tulis berdasarkan wawancara kepada 20 lebih narasumber dari pondok pesantren yang berbeda-beda baik di Jawa maupun luar Jawa”, tuturnya.

Aisyah merupakan mahasiswi tingkat akhir di Sekolah Tinggi Islam Al Mukmin (STIM) Ngruki ini mengungkapkan rasa keprihatinannya terhadap dunia pesantren. Buku ini sedianya mampu menjadi buku motivasi kepada para santri aktif dan mereka yang akan menjadi santri sehingga layak sebagai buku untuk memperkaya khazanah dunia pesantren selain buku bergenre novel yang banyak beredar di pasaran. Aisyah mengajak para santri untuk lebih paham bagaimana stigma dunia Barat terhadap Islam dan pesantren.

“Saya berharap teman-teman bisa paham tentang pemikiran mereka (Amerika – Barat), seperti apa itu terorisme dan radikalisme, sehingga kita bisa memahami dengan baik apa itu radikal” ucapnya.

Jika Aisyah menulis buku berdasarkan riset maka Ranu Muda menulis buku berdasarkan pengalamannya langsung selama di dalam bui. Seperti kita ketahui bersama bahwa jurnalis muslim yang satu ini mengalami kasus kriminalisasi selama menjalankan tugas. Ranu dipaksa masuk bui lantaran tengah meliput aksi ‘sweeping’ yang dilakukan oleh ormas Islam di Kota Solo.

“Karena saya seorang penulis maka saya sampaikan pembelaan saya melalui buku, karena jujur sampai dengan hari ini framing media cenderung menyudutkan saya dan hanya media Islam yang memberikan keberimbangan” terangnya.

Lebih lanjut Ranu menjelaskan kronologis peristiwa kelam yang dialaminya pasca peliputan di sebuah kafe di Solo pada 18 Desember 2016 silam. Setelah aksi peliputan itu dia sebenarnya sudah mendengar desas-desus bahwa dia akan segera ditangkap, meskipun sempat dilanda kebimbangan dia memutuskan untuk tetap bertahan di Solo hingga akhirnya dijebloskan di penjara Mapolda Jawa Tengah serta Lapas Kedungpane Semarang.

Ranu membeberkan pula bagaimana dukungan keluarga, kolega dan sahabat menguatkannya melalui masa-masa terberatnya di dalam bui. Meskipun hanya berlangsung selama lima bulan sepuluh hari dia banyak mendapatkan hikmah dan pelajaran berharga selama di dalam Lapas Polda Jateng dan Lapas Kedungpane, Semarang. Menurut penuturannya selama di sana dia bersama para aktivis ormas Islam Solo yang juga dijebloskan paksa bersama dengannya banyak melakukan aktivitas dakwah seperti mengajarkan cara membaca Al- Qur’an kepada sesama tahanan.

“Untuk mengusir kebosanan, saya membuat jadwal kegiatan harian menulis dengan bolpoin dan kertas, alhamdulilah hal ini pun menginspirasi teman- teman yang lain,” paparnya.

Sementara itu secara terpisah mantan Sekretaris Jenderal FLP Tahun 2012, Apriyanto Ari Setiawan menjelaskan bahwa melalui forum bedah buku yang dirangkaikan dengan kegiatan reuni serta Muscab FLP Cabang Solo diharapkan mampu mengikat kembali para alumni FLP Solo di mana pun berada. Hal ini juga sebagai upaya untuk mengingatkan kembali kepada para alumni untuk sadar akan tanggung jawab sosial dalam menghasilkan karya tulis yang bermanfaat dan mencerahkan umat. Sehingga sekalipun mereka kini sudah berpencar-pencar di berbagai wilayah seperti Semarang, Jogja dan Jakarta mereka bisa tetap aktif di FLP terdekat.

Baik Aisyah Badres maupun Ranu Muda memiliki visi bahwa yang dilakukan itu adalah amar ma’ruf nahi munkar. Aisyah dengan tipenya yang berdakwah lewat tulisan, sedangkan Ranu berdakwah dan memperjuangkan kebenaran melalui pekerjaannya sebagai seorang jurnalis muslim.

Untuk diketahui, Akhirnya Muhammad Zein Maulana didaulat menjadi Ketua Umum terpilih dalam Musyawarah Cabang FLP Solo Selasa (01/05/2018). Mahasiswa semester akhir program studi Pendidikan Agama Islam IAIN Surakarta ini resmi memimpin FLP Cabang Solo Raya periode 2018-2020. Dia menggantikan Opik Oman yang mengemban amanah sebagai Ketua Umum FLP Solo periode sebelumnya.

Rep : Kukuh Subekti / Red : Tori Nuariza