IAIN Surakarta Himbau Akademisi Benahi Metodologi Penelitian Gender

SOLO, (Wartamuslimin.com) — Isu gender sampai saat ini masih menjadi topik menarik bagi siapapun tak terkecuali para akademisi, belum lama ini Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta mengadakan pelatihan bagi puluhan akademisi.

Acara yang bertema “Workshop Penelitian Responsif Gender : Konsep, Teori, Metode dan Praktik” ini berlangsung selama dua hari (19-20/9) di hotel The Amrani Syariah, Surakarta.

Ketua panitia workshop, Danang Try Purnomo mengungkapkan acara workshop dilatarbelakangi oleh masih menariknya isu gender untuk diteliti lebih lanjut. Namun dia menyayangkan jika sejumlah penelitian yang ada saat ini masih belum mampu menjawab permasalahan mendasar dalam isu gender. Penyebabnya adalah masih belum ditemukan formula, metode penelitian yang tepat dan tajam dalam membedah permasalahan gender.

“Kami berharap setelah acara ini para peserta mampu meningkatkan kompetensinya dalam menulis esai dan jurnal dengan metodologi yang tepat,” ujar Danang kepada wartamuslimin.com di sela-sela acara belum lama ini.

Danang menjelaskan jika enam puluh peserta yang datang dari berbagai daerah seperti Semarang, Banyuwangi, Cirebon dan bahkan luar Jawa ini merupakan peserta yang sudah dinyatakan lolos seleksi mini proposal.

Selain meningkatkan kompetensi menulis esai dan proposal penelitian bagi akademisi yang hadir, forum ini juga diharapkan mampu membuka wawasan bahwa berbicara gender tidak hanya berbicara tentang perempuan. Topik- topik permasalahan yang muncul di masyarakat seperti pengaturan jam kerja, keberadaan TKI, dan isu “human trafficking atau perdagangan manusia misalnya masih menyisakan sejumlah permasalahan yang belum terungkap.

 

Kajian Ekofeminis Perlu Diluruskan

Sementara itu Nur Arfiyah Febriani selaku pemateri pertama workshop menyampaikan hasil disertasinya tentang ekologis gender. Selaku akademisi muslim dia merasa terpanggil guna meluruskan sudut pandang para kaum eko-feminis yang jika dikaji secara cermat akan muncul ketidak seimbangan. Tokoh ekofeminis misalnya secara tegas mengatakan jika kerusakan alam yang terjadi saat ini adalah kesalahan laki- laki.

“Tokoh ekofeminis misalnya menyalahkan laki-laki karena sikapnya yang cenderung angkuh, arogan dan serakah sebagai penyebab kerusakan alam,” ungkapnya.

Perempuan yang juga menjabat sebagai Kaprodi Program Doktor Ilmu Al-Qur’an dan Hadist PTIQ Jakarta menjelaskan bahwa pandangan itu terbantahkan oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an melalui surat Ar-Rum ayat 41 misalnya menjelaskan bahwa kerusakan bisa disebabkan oleh oleh perilaku manusia secara umum. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjelaskan unsur laki atau perempuan yang menjadi penyebab rusaknya alam namun menggunakan kata “An-Nas.”

Nur beranggapan bahwa kajian gender akan sangat menarik jika dijelaskan dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an sebagai Rahmatan lil A’alamin tidak mungkin pernyataannya mendiskreditkan salah satu pihak dalam hal ini laki-laki dan perempuan. Jika sampai terjadi pendiskreditan berarti peneliti, penulis tersebut memiliki pandangan yang rigid terhadap ayat ayat Al-Qur’an maka dari itu muncullah pemikiran yang rigid pula.

“Saya berpendapat selama masih ada pemahaman yang mendiskreditkan sesuatu maka masih terbuka untuk diperdebatkan,” pungkasnya.

Nur secara tegas mengatakan bahwa seorang perempuan muslim dalam Islam sangat dihormati dan diperlakukan secara seimbang. Islam memberikan kesempatan kepada setiap muslimah untuk berprestasi dan memberikan kontribusi terbaiknya bagi agama, masyarakat dan bangsanya. Saat ini hanya tinggal keinginan perempuan sebagai pribadi dia berkeinginan untuk maju atau pasrah dengan keadaan.

Selanjutnya Nur menekankan bahwa poin utama yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala tekankan dalam Al-Qur’an bahwa manusia sebagai An-Nas diberikan karakter yang saling melengkapi. Misalnya laki- laki dengan karakter maskulin yang angkuh, sombong, arogan, serakah dan perempuan sebagai makhluk yang feminism yang cenderung pemalu, pendiam, pasrah karakter inilah yang sampai saat ini menjadi stereotip gender. Sesungguhnya kedua karakter negatif yang dimiliki oleh laki- laki dan perempuan tersebut tidak akan menjadi masalah selama bisa menempatkan pada posisi yang tepat dan benar.

“Kajian gender kita sampai saat ini masih cenderung menyalahkan salah satu pihak dan inilah tugas akademisi untuk meluruskan,” tandasnya.[KS]