Belajar Ilmu Dari Imam Al-Ghazali, “Pentingnya Berperan Dalam Dimensi Keumatan”

SOLO, (Wartamuslimin.com) —- Setiap muslim diwajibkan untuk senantiasa mempelajari ilmu agama dan ilmu umum sebagaimana yang diklasifikasikan oleh ulama terkemuka Imam Al-Ghazali. Umat Islam harus ahli dalam hal ilmu fardhu kifayah selain ilmu fardhu a’in agar menjadi bangsa muslim yang mandiri.

Perihal penguasaan ilmu fardhu kifayah ini disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Solo, Arif Wibowo, SP, M.PI dalam acara Kajian Kamis Sore (03/05) di Masjid Nurul Huda, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Islam sebagai agama saintifik sangat menjunjung tinggi ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu non-agama. Imam Al-Ghazali membuat klasifikasi ilmu dalam dua golongan ilmu fardhu ain dan ilmu fardhu kifayah.

“Ilmu fardhu ain mendorong dia untuk menjalankan kewajiban beragama sebagai contoh shalat lima waktu, maka setiap umat Islam wajib belajar shalat lima waktu, syarat, rukun dan cara bacaanya, sementara fardhu kifayah yaitu ilmu yang membuat bangsa muslim mampu bertahan hidup”, ujarnya.

Ustadz Arif Wibowo banyak mengungkapkan keprihatinannya kepada para mantan aktivis masjid yang setelah lulus dari universitas banyak yang keluar dari disiplin ilmu yang pernah ditekuninya. Misalnya menjadi pembimbing haji dan umrah, berjualan gamis, madu, aktif di partai politik Islam. Mereka lupa akan tanggungjawabnya dalam hal fardhu kifayah seperti menjadi arsitek yang merancang bangunan arsitektur Islam, seorang sarjana pertanian yang memajukan dunia pertanian.

“Kita perhatikan bagaimana bangunan mushola di mal-mal yang diletakkan di tempat parkir yang ketika shalat kita bisa menghirup asap, belum lagi ruangan yang pengap atau bangunan masjid dua lantai yang menempatkan jamaah perempuan di lantai dua bagaimana dengan ibu hamil, apakah masjid masih ramah dengan ibu hamil?,” ungkapnya.

Selanjutnya Ustadz Arif Wibowo menguraikan pentingnya umat Islam mengambil peran dalam dimensi keumatan. Misalnya para alumni pertanian bisa menjadikan bangsa Indonesia mandiri dalam hal pangan, karena saat ini ada 18 item pangan di Indonesia di impor dari luar. Sebagai seorang muslim kita telah dianggap gagal dan berdosa jika kita masih bergantung pada bangsa lain.

Bahkan Ustadz Arif Wibowo melarang para mantan aktivis masjid, aktivis kerohanian Islam menomorsatukan cita-cita sebagai ustadz. Menurutnya ada tanggung jawab yang lebih utama dan mulia sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Al- Ghazali. Menjadi bangsa muslim mandiri misalnya dibutuhkan para arsitek Islam, ahli pertanian Islam, ekonom Islam, pakar pendidikan Islam, pakar hukum, sosial, politik Islam dan sastrawan Islam.

“Mahasiswa sastra lulus jangan lupa tanggungjawabnya menulis cerpen, novel, berita, membuat pentas drama, membuat film, masyarakat kita rindu dengan karya sastra yang Islami kita lihat saja film- film yang booming film- film Islami seperti ayat- ayat Cinta yang tembus sampai 4,5 juta penonton di bioskop,” paparnya.

Di sesi terakhir dia mengungkapkan pentingnya peran umat Islam dalam hal literasi. Untuk mempengaruhi orang lain hal yang pertama harus diolah ialah bahasa, oleh karenanya kehadiran sastrawan Islami sangat dibutuhkan agar dapat bersaing dengan sastrawan sekuler seperti Ayu Utami. Jika pemilik media, sastrawan dan orang- orang yang mengisi pos- pos penting ialah orang yang paham nilai- nilai Iskam maka kuasa bahasa akan jatuh ditangan orang Islam.

Rep : Kukuh Subekti / Red : Tori Nuariza