SOLO, (Wartamuslimin.com) — Disetujuinya revisi Undang Undang nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menuai protes. Di Solo, hampir seratusan aktivis Forum Bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (Forbes BEM UNS) menggelar unjuk rasa di Kantor DPRD Solo.
Tak puas menggelar aksi di depan kantor DPRD, massa bergerak menuju ke halaman DPRD dan merangsek masuk ‘menduduki’ ruang sidang paripurna DPRD Surakarta. Aksi ini sempat di halang-halangi pihak kepolisian lantaran massa masuk dengan membawa Panji-Panji organisasi.
Presiden BEM UNS, Gilang Ridho Ananda mengatakan, disetujuinya revisi kedua UU MD3 bakal menimbulkan berbagai gejolak. Bahkan mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia. Lanjutnya, revisi kedua ini bukan hanya menguntungkan legislatif, tapi juga eksekutif.
“Dengan gimick-gimick yang dilakukan Jokowi, dengan apapun yang coba dilakukan dengan pencitraan yang dilakukan, eksekutif dan legislatif sudah coba membungkam rakyat,” ujarnya.
Ia menuturkan, dalam pasal 73 UU tersebut menyatakan, bahwa DPR dapat menggunakan Polri untuk memanggil paksa setiap orang ke dalam rapat DPR. Bahkan hal itu dapat disertai penyanderaan selama 30 hari. Pasal ini menandakan bahwa DPR sebagai lembaga legislatif telah melampaui kewenangan.
Tak hanya itu, 122 huruf k juga menunjuk legislatif sebagai lembaga yang anti kritik. Dalam pasal tersebut Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dapat mengambil langkah hukum terhadap perseorangan, kelompok, orang atau badan yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Selain itu, dalam UU MD3 ada muatan pasal yang membuat MKD sebagai lembaga etis mampu menghalangi proses penyidikan. Misalnya dalam pada pasal 245 ayat 1, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan dari MKD.
“MKD itu lembaga etis, tapi sekarang bisa masuk ranah yuridis. Ini dapat menghambat proses penyidikan,” imbuhnya.
Menurut Gilang, sejumlah pasal tersebut tesebut cukup menjadi bukti bahwa kebebasan berpendapat, berkapasitas, dan kaidah ketatanegaraan telah dicederai. Oleh karena itu pihaknya menolak pemberlakukan pasal 73, 122 huruf k dan pasal 245 UU MD3. Sejumlah pasal tersebut menunjukkan DPR menjadi lembaga anti kritik bahkan imunitas dari proses penyidikan.
Selain itu, penambahan jumlah kursi pimpinan yang diatur dalam undang-undang tersebut juga dinilai tidak memiliki urgensi yang jelas. Bahkan, pimpinan dewan dengan jumlah genap disinyalir akan membuka ruang ‘deadlock’ pada setiap pengambilan keputusan.
“Oleh karena itu kami menuntut Makamah Konstitusi (MK) segera memproses dan memutus pengajuan yudisial review dan mencabut seluruh pasal yang bermasalah dalam revisi kedua UU MD3,” pungkasnya
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Solo, P. Haryoto mendukung unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa. Ia juga sepakat dengan tuntutan yang di sodorkan para mahasiswa.
“Kami mendukung aksi yang dilakukan, ini dalam rangka memperjuangkan hak rakyat yang telah dicederai,” ujarnya
Namun, menurutnya, meskipun mahasiswa mapu menggalang massa dengan jumlah besar hal itu tidak akan berhasil tanpa adanya langkah yang sesuai dengan koridor hukum.
“Memang mahasiswa bisa menggalang puluhan, ratusan, bahkan ribuan massa tapi tidak akan berhasil tanpa menempuh langkah yang sudah disiapkan pemerintah, yakni yudisial review,” tandasnya.
Rep : A. Setiyanto / Red : Tori Nuariza