SOLO, (Wartamuslimin.com) — Islamophobia kini menjadi tantangan dan fenomena global. Tak hanya di Eropa, Amerika dan berbagai negara non-muslim, di Indonesia fenomena Islamophobia semakin marak beberapa tahun belakangan. Pakar sejarah Universitas Padjajaran dan peneliti INSIST, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum memaparkan bahwa Islamophobia disebarkan dalam rangka men’demonisasi’ Islam agar masyarakat takut dengan ajaran Islam.
Dr. Tiar Anwar Bachtiar menambahkan “Indonesia ini, sejak kedatangan Belanda (kolonial), Belanda ini sudah menanamkan pemikiran ke masyarakat, bahwa Islam itu jahat, jelek, buruk”, tuturnya kepada panjimas.com, Sabtu malam (21/04).
“Salah satunya, Belanda membuat kisah-kisah sejarah yang memburukkan Islam, misalnya Dharmoghandul dan Gatholoco, sampai orang Islam sendiri merasa Islam itu tidak bagus, tidak layak untuk mereka pegang.” dan itulah mengapa kemudian orang Islam tidak terlalu tertarik secara lebih serius dan lebih mendalam”, jelasnya.
Sementara itu saat memberikan ceramah di Masjid Raya Fatimah Solo, Selasa malam (24/04), Ustadz Tiar Anwar Bachtiar menuturkan Islamophobia merupakan sunatullah bagi para dai, aktifis dakwah dan umat Islam, hal ini untuk menguji dan memilah orang-orang yang benar-benar membela dan memperjuangkan agama Islam.
“Ini ada satu fenomena yang diciptakan agar manusia itu takut kepada Islam, dan banyak ujian yang akan diterima oleh para pengemban dakwah,” pungkasnya. “Fenomena Islamopobia adalah tantangan para pendakwah dan umat,” jelasnya.
Menurut Dr. Tiar Anwar, fenomena Islamophobia sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Islamophobia telah digencarkan oleh para pemuka kaum Quraisy dengan cara menuding dan menyebarkan hasutan mengenai Rasulullah SAW.
Sejarah ini tercantum dalam Al-Quran Surah Al Furqon ayat 4. Oleh para pemuka Quraisy, dikatakan Islam adalah agama penuh dongeng masa lalu, bahkan Nabi Muhammad SAW dituding sebagai manusia gila, penyihir, bahkan Islam difitnah bukan merupakan agama wahyu melainkan buatan manusia.
Doktor Sejarah jebolan Universitas Indonesia itu menjelaskan bahwa di Indonesia, upaya-upaya Islamophobia pun masih kerap dilancarkan di masa sekarang, misalnya melalui pengajaran sejarah di kurikulum, bahkan lebih jauh ini juga dilakukan oleh institusi negara.
Misalnya, Ia menyebutkan sebuah riset yang dilakukan oleh sebuah badan negara terhadap sejumlah siswa-siswi SMP yang aktif dalam kegiatan Rohis. Hasilnya, para anggota Rohis di SMP tersebut malah dicap sebagai calon-calon teroris, berfaham radikal yang berbahaya bagi negara. Riset tersebut pun dilanjutkan ke kampus-kampus, dengan kesimpulan serupa bahwa mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga keagamaan di kampus adalah anak-anak yang dicap sebagai teroris.
Menanggapi riset itu, Dr. Tiar Anwar mengatakan aktiftas penelitian semacam itu merupakan kesengajaan oknum tertentu untuk mendeskripsikan bahwa Islam adalah agama yang jahat. Bahkan, hasil riset semacam itu tidaklah murni sebuah riset, melainkan riset yang sudah ditentukan hasilnya.
“Itu tidak terjadi begitu saja, tentu itu disengaja,” jelasnya.
Dr. Tiar Anwar Bachtiar menyerukan kepada umat Islam untuk senantiasa bersabar dan berkomitmen penuh dalam upaya-upaya perjuangan untuk mengembalikan fakta-fakta yang benar dalam menghadapi Islamophobia.
Peneliti INSIST ini pun memaparkan sejumlah langkah strategis bagi umat Islam, salah satunya adalah dengan meluruskan sejarah. “Tentu pertama kita harus meluruskan sejarah. Dengan apa, ya kita harus belajar sejarah dengan benar, kemudian menyebarkannya,” pungkasnya.
Kedua, Ia pun menghimbau agar umat Islam dapat menguasai media. Ketiga, Ia menekankan bahwa Umat Islam harus senantiasa menampilkan akhlaqul karimah. Dan terakhir, bagaimana upaya untuk meraih kemenangan di bidang politik. “Tunjukkan akhlak Islam dan kuasai politik,” imbuhnya.
Red : Tori Nuariza