SOLO, (Wartamuslimin.com) — “Tidak hanya jihad konstitusi, sekarang Muhammadiyah pun sudah masuk pada jihad pada prosesnya”, demikian pernyataan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, saat berbicara dengan Warta Muslimin tentang sampai sejauh mana perjuangan jihad konsitusi Muhammadiyah.
“Jihad konstitusi itu letaknya di hilir, sudah jadi UU, sekarang Muhammadiyah juga berjuang di hulu, jihad pada prosesnya, seperti mengawal proses penyusunan undang-undang, mengawal proses penyusuna peraturan pemerintah, itu kita sudah masuk,” ujar Dahnil.
“Seperti sekarang Undang-Undang Terorisme, Kami terus kawal itu, berangkat dari kasus Siyono,” imbuhnya
“Pemuda Muhammadiyah terus mengawal proses penyusunan RUU Terorisme yang dilakukan oleh pansus Undang-Undang Terorisme.”
“Jadi kita mulai masuk pada “hulu” penyusunan undang-undang itu sendiri, sebelum undang-undang itu jadi pun, sekarang kami terus kawal.”
“Makanya pembahasan RUU Terorisme sampai sekarang tidak segera selesai, karena kami terus mencegah agar undang-undang itu tidak merugikan umat Islam, terutama upaya stigmatisasi terhadap umat Islam, kami terus desak pansus untuk jangan terburu-buru”, tandasnya.
Untuk diketahui, Di era kepemimpinan Din Syamsuddin, pada tahun 2010 bertepatan dengan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah” di Yogyakarta, Muhammadiyah mendeklarasikan adanya “Jihad Konstitusi”.
Jihad konstitusi merupakan gerakan pembaruan di bidang hukum dan upaya korektif yang dilakukan melalui jalur formal, yakni dengan mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi terhadap sejumlah undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Bagi Muhammadiyah, jihad konstitusi sangat penting untuk mewujudkan cita-cita agar bangsa ini berjalan ke arah yang semestinya. Apalagi, sejumlah produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah dan DPR RI dinilai ada yang meleceng dari cita-cita awalnya.
Salah satu hasil dari jihad konstitusi ini, misalnya saat MK membatalkan seluruh pasal tentang kedudukan, fungsi, dan tugas Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
Pembatalan itu tertuang dalam Surat Putusan Nomor 36/PUU-X/2012 tertanggal 13 November 2012. MK menganggap keberadaan BP Migas inkonstitusional sehingga pasal tersebut harus dibubarkan.
Sampai saat ini, sedikitnya sudah tujuh pasal yang akhirnya dicabut setelah upaya peninjauan kembali dikabulkan oleh MK.[NZ]