JAKARTA, (Wartamuslimin.com) — Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia, Anton Tabah Digdoyo menilai tindakan intoleran berupa penghadangan terhadap Habib Muhammad Hanif bin Abdulrahman Alatas dan Habib Muhammad Bahar bin Alwi bin Smith yang dipersekusi oleh sekelompok massa di Bandara Sam Ratulangi Manado, Senin (15/10/2018) sore.
“Unjuk rasa itu diatur secara rinci oleh Undang Undang (UU) dan Indonesia adalah negara hukum, dimana Warga Negaranya wajib taat kepada UU yang berlaku. Dalam UU tersebut, area bandara adalah wilayah yang harus aman/steril dari unjuk rasa bahkan steril dari selain petugas apalagi dari orang orang yang bersenjata,” tutur Anton Tabah kepada Panjimas.
Menurut pengurus MUI Pusat yang juga Dewan Pakar ICMI itu, jika betul ada penghadangan terhadap ulama oleh kelompok tertentu di area bandara. Maka ini jelas jelas adalah suatu bentuk pelanggaran hukum dan UU yang sangat berat
Dalam UU Nomor 9 Tahun 1998, pasal 9 (1+2+3) UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 210 : “Setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandara, membuat halangan (obstacle), dan/atau lakukan kegiatan lain di kawasan operasional penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali atas izin otoritas bandara. Pidana juga dendanya cukup berat. Dalam pasal 421 (2) hukumannya adalah 3 tahun penjara dan denda 1 Miliar rupiah”
Selain itu dalam surat edaran Menteri Perhubangan nomor 15 tahun 2017 disebutkan, bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api, terminal angkutan itu obyek vital transportasi. Sehingga tempat tersebut harus dilindungi dari gangguan keamanan dan dilarang untuk melakukan aksi unjuk rasa.
Menurut Anton Tabah, sudah sangat jelas itu Undang Undangnya dan aturannya yang ada. Kenapa di era saat ini Undang-Undang mudah saja dilanggar dan diulangi lagi, Ia mempertanyakan mengapa aparat juga melakukan pembiaran kejadian tersebut.
“Hal ini yang sangat kami sesalkan dari pihak MUI dan juga seluruh rakyat Indonesia. Sangat menyesalkan dengan pembiaran pembiaran terhadap pelanggaran UU tersebut. NKRI akan kacau balau bahkan hancur kalau begini,” pungkas mantan jenderal polisi itu.
Persekusi Habib Bahar dan Habib Hanif
Sekelompok massa itu melakukan penghadangan dan menggelar demonstrasi penolakan kedatangan Habib Hanif dan Habib Bahar di Manado.
Dengan mengklaim sebagai perwakilan organisasi Masyarakat Adat Minahasa, Sekitar 9 ormas adat telah berkumpul sejak pukul 14.00 WITA.
Massa menolak kedatangan kedua ulama dan habib itu dengan dalih, keduanya, dinilai sebagai ulama yang isi ceramahnya provokatif, intoleran dan radikal.
“Torang (kami) menolak ini oknum yang dalam ceramah-ceramahnya provokatif, intoleran, radikalis,” teriak, salah seorang pengunjuk rasa dengan aksen daerah sebagaimana video rekaman yang diberikan FPI pusat, Senin (15/10/2018) malam.
Massa mengklaim, penolakan tersebut bukan termasuk perilaku barbar, namun sebagai orang Minahasa yang beradat. “Torang bukan orang bar-bar, torang beradat, orang minahasa beradat, berbudaya,” teriaknya.
“Kasih keluar dulu dia … itu… si Habib Smith itu,” terdengar pula suara pendemo lain.
“Jangan torang (kami) masuk bandara, kalau dia enda keluar, torang (kami) yang masuk,” cetusnya.
“Hingga saat ini Habib Hanif Alatas masih tertahan di bandara,” lapornya.
Sementara itu, Frangky Boseke dari Watak Esa Energi serta Mahasa, mengatakan kedua habib itu ditolak dengan dalih tudingan sebagai “pencuci otak masyarakat”.
“Mereka penyebar paham radikalisme,” ujar Boseke dikutip media lokal Manado Post Online.
Untuk diketahui, kedatangan Habib Muhammad Hanif bin Abdulrahman Alatas dan Habib Muhammad dan Bahar bin Alwi bin Smith di Manado ialah untuk menghadiri acara haul ayahanda dari Habib Bahar bin Smith serta kegiatan tabligh akbar di Masjid Habib Alwi bin Smith.
Habib Hanif: Tangkap Aktor Intelektual Persekusi
Sementara itu, Habib Muhammad Hanif bin Abdulrahman Alatas mendesak agar otak dibalik tindakan persekusi itu agar segerah ditangkap karena dianggap bisa memecah bela NKRI.
“Saya mohon, otak intelektualnya mohon ditangkap, ini pemecah bela NKRI, ini yang merusak kebihnekaan kita, mengancam negeri kita sehingga bisa terpecah bela. Semua acara ini sifatnya konstitusional, dijaga UU, seharusnya aparat bisa hadir untuk melakukan penjagaan,” tandasnya, melalui video.
Sumber : Panjimas