JAKARTA, (Wartamuslimin.com) — Presiden Partai Keadilan Sejahtera Mohamad Sohibul Iman menegaskan akan melakukan langkah-langkah nyata dan terukur dalam memperjuangkan hak-hak Muslim Rohingya yang terusir dari Rakhine, Myanmar.
Dalam orasinya dalam “Aksi Bela Rohingya 169”, Sabtu (16/9/2017), Sohibul Iman menegaskan sikap PKS yang bertekad akan terus memperjuangkan kewarganegaraan etnik Muslim Rohingya hingga mereka mendapat pengakuan dari Pemerintah Myanmar.
“Jika ada kesempatan kita akan mengadakan diplomasi dan upaya untuk kewarganegaraan mereka. Kita akan mendesak dunia internasional untuk menyeret mereka pelaku genosida ke ranah hukum,” papar politisi yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina itu, dilansir dari laman pks.id.
Sohibul Iman memperingatkan agar tidak menyelesaikan permasalahan Rohingya akan tetapi malah memunculkan masalah baru di Tanah Air. PKS, pungkasnya, tidak menolerir tindakan-tindakan radikal yang mengancam kesatuan NKRI.
Presiden PKS itu mengakui tak henti-hentinya menangis saat mendengar kedua anak Muslim Rohingya menyampaikan kisah-kisahnya.
“Tak henti-hentinya saya menangis saat mendengar anak Rohingya berpidato tadi,” terang Sohibul Iman.
Begitu banyaknya korban tewas dalam pembantaian etnis Rohingya oleh Militer Myanmar memang meninggalkan duka bagi anak-anak Muslim Rohingya. Kehilangan ibu dan bapak saat berusia dini menjadi pukulan telak bagi anak-anak Rohingya. Tambahnya lagi, tidak ada tempat tinggal dan status kewarganegaraan yang jelas bagi mereka.
“Tidak harus seorang itu ahli agama atau ahli ibadah asalkan seorang itu adalah manusia, pasti hatinya akan tersentuh oleh anak yatim piatu ini,” tandas Sohibul.
Dua anak Rohingya, Rahim dan Hasan hadir dalam Aksi Bela Rohingya 169 ini, keduanya menyampaikan keinginannya untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan berupa tempat tinggal dan status kewarganegaraan.
Beberapa elemen yang turut berpartisipasi dalam Aksi Bela Rohingya adalah PKS, PUI, FPI, Mathlaul Anwar, Ikadi, AQL Peduli, Jamiat Kheir, DDII, Al – Ittihadiyah, Neno Warisman, Pemudi PUI, Forsitma, Salimah, Wanita Islam, JPRMI, Gema MA, Gerakan Ibu Negeri, Al Irsyad Al Isyamiyyah, BKsPPI, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, FBR, PMI, Wanita SI, PII, Pemuda Persis, Hidayatullah, Presidium Alumni 212, Adara, Aku Cinta Islam, Bang Japar, Nahdlatul Wathan, GMJ, FUI, KAMMI, GPMI, Pandu Cahaya Islam, Pemuda Muhammadiyah, HBMI, Muslimat MA, Aliansi Cinta Keluarga dan beberapa ormas lain.
Minoritas Etnis Paling Tertindas di Dunia
John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang paling tertindas di dunia.”
Sementara itu, Pelapor khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee, pada Jumat (20/01/2017) menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata di negara bagian Rakhine disebabkan karena diskriminasi selama beberapa dekade lamanya yang dilembagakan, terstruktur dan sistematis terhadap Muslim Rohingya.
Undang-Undang tahun 1982 menolak hak-hak etnis Rohingya – banyak di antara mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, namun hak kewarganegaraan mereka tak diakui, status mereka stateless [tanpa negara]. Situasi ini juga menghilangkan kebebasan Rohingya bergerak, dari akses pendidikan hingga layanan kesehatan yang sangat minim, bahkan otoritas Myanmar terus melakukan penyitaan sewenang-wenang terhadap properti milik mereka.
Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine, di mana mereka dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara. Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya, etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.[NZ]