Amien Rais Desak Pemerintah RI Selesaikan Tragedi Rohingya, “Ini Tugas Konstitusional”

JAKARTA, (Wartamuslimin.com) — Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1999- 2004 Amien Rais menegaskan pemerintah Indonesia saat ini memiliki amanah konstitusional dalam menyikapi tragedi kemanusiaan yang terjadi pada etnis Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar.

“Pemerintah Indonesia mempunyai tugas konstitusional yang harus dilaksanakan jika terjadi penindasan di belahan bumi manapun,” pungkas Amien saat berpidato di depan ratusan ribu massa Aksi Bela Rohingya 169 di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (16/9/2017), seperti dilansir dari laman pks.id.

Saat menyampaikan orasinya, Amien Rais mengutip kalimat dalam pembukaan konstitusi negara UUD 1945 yang menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ke-12 ini menilai pembukaan UUD menjadi dasar yang jelas untuk pemerintah Indonesia bertindak tegas atas kejadian yang menimpa Muslim Rohingya.

Amien Rais menuturkan pula sikapnya yang sesuai dengan pernyataan Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto yang turut hadir dalam aksi Aksi Bela Rohingya 169 tersebut.

“Saya menyetujui apa yang disampaikan Pak Probowo. Kita harus menjadi bangsa yang kuat dan bisa memberikan pengaruh kepada negara lain,” pungkasnya.

Amien menilai Indonesia memiliki peran strategis mengingat wilayahnya yang berdekatan dengan Myanmar. Sepakat dengan Prabowo, Amien Rais menyebut bantuan yang dikirimkan pemerintah saat ini hanya pencitraan belaka.

“Sangat dekat dengan Indonesia, kalau penindasan masyarakat Islam ada di ujung Afrika atau Amerika Latin, kewajiban kita tidak cukup mendesak. Tapi rezim Jokowi sepertinya terlambat dan terlalu sedikit dan mungkin hanya pencitraan tadi, mungkin,” pungkas Amien.

Beberapa elemen yang turut berpartisipasi dalam Aksi Bela Rohingya adalah PKS, PUI, FPI, Mathlaul Anwar, Ikadi, AQL Peduli, Jamiat Kheir, DDII, Al – Ittihadiyah, Neno Warisman, Pemudi PUI, Forsitma, Salimah, Wanita Islam, JPRMI, Gema MA, Gerakan Ibu Negeri, Al Irsyad Al Isyamiyyah, BKsPPI, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, FBR, PMI, Wanita SI, PII, Pemuda Persis, Hidayatullah, Presidium Alumni 212, Adara, Aku Cinta Islam, Bang Japar, Nahdlatul Wathan, GMJ, FUI, KAMMI, GPMI, Pandu Cahaya Islam, Pemuda Muhammadiyah, HBMI, Muslimat MA, Aliansi Cinta Keluarga dan beberapa ormas lain. 

Minoritas Etnis Paling Tertindas di Dunia

John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang paling tertindas di dunia.”

Sementara itu, Pelapor khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee, pada Jumat (20/01/2017) menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata di negara bagian Rakhine disebabkan karena diskriminasi selama beberapa dekade lamanya yang dilembagakan, terstruktur dan sistematis terhadap Muslim Rohingya.

Undang-Undang tahun 1982 menolak hak-hak etnis Rohingya – banyak di antara mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, namun hak kewarganegaraan mereka tak diakui, status mereka stateless [tanpa negara]. Situasi ini juga menghilangkan kebebasan Rohingya bergerak, dari akses pendidikan hingga layanan kesehatan yang sangat minim, bahkan otoritas Myanmar terus melakukan penyitaan sewenang-wenang terhadap properti milik mereka.

Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine, di mana mereka  dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara. Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya, etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.[NZ]