Profesor Sri Edi Swasono : “PKI Tak Pernah Minta Maaf”

Guru Besar Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono memaparkan pandangannya, pada bedah buku Ekspose Ekonomika Mewaspadai Globalisasi dan Pasar Bebas, di Aula Unpas, Jalan Dr Setiabudi, Kota Bandung, Sabtu (4/2/2017). Menurut Sri Edi, nasionalisme merupakan kekuatan ekonomi yang tangguh.

JAKARTA, (Wartamuslimin.com) — Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Sri Edi Swasono menuturkan, hingga saat ini, tak ada permintaan maaf dari Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap apa yang dilakukan mereka terhadap ayahnya.

Pada 1948, menurut Sri Edi Swasono, Ayahnya, Moenadji Soerjohadikoesoemo, ditembak mati oleh PKI.

“Beliau digelandang ke penjara oleh PKI ketika disuruh pilih Soekarno-Hatta atau Amir-Muso. Ayah saya pilih Soekarno-Hatta, ya tentu ditembak mati,” pungkas Sri Edi Swasono, dikutip dari Republika.co.id, Senin (18/9) malam.

Menurut Sri Edi Swasono, saat itu ayahnya, yang merupakan seorang hakim di Pengadilan Ngawi, bersama enam pejabat lainnya di Ngawi dikubur bersama-sama setelah ditembak. Mereka dikubur dalam satu liang lahat di Dungus, Madiun, Jawa Timur (Jatim).

“Di sebelah Timur Bengawan Madiun di Ngawi. Dua minggu kemudian baru ditemukan liang lahat itu berkat petunjuk Lurah Dungus. Masing-masing bisa diidentifikasi berkat dr. Soeroto, Dokter Kepala RS Ngawi,” paparnya.

Ia mengatakan, PKI membunuh banyak orang dengan cara yang kejam. Banjir darah tidak hanya di Ngawi, tetapi juga di seluruh Kabupaten di Karesidenan Madiun. “PKI yang berontak membunuhi rakyat. Kalau saja G-30S/PKI 1965 PKI yang menang, kita yang mereka bunuh lagi seperti para jenderal yang dibunuh di Lubang Buaya,” jelasnya.

Sri Edi menjelaskan, PKI tidak pernah meminta maaf atas kejadian tersebut. Ia, bersama dengan enam saudaranya, menjadi anak yatim. Menurutnya, pembunuhan PKI terhadap Ayahnya adalah kekejaman yang membawa keyatiman.

“Keyatiman adalah kesengsaraan, penderitaan, dan kepedihan berkepanjangan. Ibu saya saat itu baru berusia 31 tahun, dengan anak tertua 13 tahun, terkecil baru satu tahun,” kisahnya.

Hingga akhirnya tiga tahun yang lalu ibu dari Sri Edi wafat pada usia 97 tahun. Selama 66 tahun, ibunya membesarkan Sri Edi dan keenam saudaranya seorang diri dengan status janda. “Kami bersyukur jasad ayah saya masih dapat ditemukan. Tapi jasad Pak Soehoed, keponakan Ayah saya, tidak ditemukan,” ujarnya.

“PKI tidak pernah meminta maaf telah membunuh manusia-manusia tak bersalah,” tegas Sri Edi Swasono.[NZ]