SOLO, (Wartamuslimin.com) — Saat menjadi pembicara dalam “Workshop Penelitian Responsif Gender : Konsep, Teori, Metode dan Praktik” di hotel The Amrani Syariah, Surakarta, (19-20/9), Dr. Hj. Nur Arfiyah Febriani, M.A berpandangan bahwa kajian gender akan sangat menarik jika dijelaskan dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.
Al-Qur’an sebagai Rahmatan lil A’alamin tidak mungkin pernyataannya mendiskreditkan salah satu pihak dalam hal ini laki-laki dan perempuan. Jika sampai terjadi pendiskreditan berarti peneliti, penulis tersebut memiliki pandangan yang rigid terhadap ayat ayat Al-Qur’an maka dari itu muncullah pemikiran yang rigid pula.
“Saya berpendapat selama masih ada pemahaman yang mendiskreditkan sesuatu maka masih terbuka untuk diperdebatkan,” pungkasnya.
Selaku pemateri pertama dalam workshop yang digelar IAIN Surakarta itu, Nur menyampaikan hasil disertasinya tentang ekologis gender. Selaku akademisi muslim dia merasa terpanggil guna meluruskan sudut pandang para kaum eko-feminis yang jika dikaji secara cermat akan muncul ketidakseimbangan. Tokoh ekofeminis misalnya secara tegas mengatakan jika kerusakan alam yang terjadi saat ini adalah kesalahan laki- laki.
“Tokoh ekofeminis misalnya menyalahkan laki-laki karena sikapnya yang cenderung angkuh, arogan dan serakah sebagai penyebab kerusakan alam,” ungkapnya.
Nur secara tegas mengatakan bahwa seorang perempuan muslim dalam Islam sangat dihormati dan diperlakukan secara seimbang. Islam memberikan kesempatan kepada setiap muslimah untuk berprestasi dan memberikan kontribusi terbaiknya bagi agama, masyarakat dan bangsanya. Saat ini hanya tinggal keinginan perempuan sebagai pribadi dia berkeinginan untuk maju atau pasrah dengan keadaan.
Perempuan yang juga menjabat sebagai Kaprodi Program Doktor Ilmu Al-Qur’an dan Hadist PTIQ Jakarta menjelaskan bahwa pandangan itu terbantahkan oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an melalui surat Ar-Rum ayat 41 misalnya menjelaskan bahwa kerusakan bisa disebabkan oleh oleh perilaku manusia secara umum. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjelaskan unsur laki atau perempuan yang menjadi penyebab rusaknya alam namun menggunakan kata “An-Nas.”
Selanjutnya Nur menekankan bahwa poin utama yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala tekankan dalam Al-Qur’an bahwa manusia sebagai An-Nas diberikan karakter yang saling melengkapi. Misalnya laki- laki dengan karakter maskulin yang angkuh, sombong, arogan, serakah dan perempuan sebagai makhluk yang feminism yang cenderung pemalu, pendiam, pasrah karakter inilah yang sampai saat ini menjadi stereotip gender. Sesungguhnya kedua karakter negatif yang dimiliki oleh laki- laki dan perempuan tersebut tidak akan menjadi masalah selama bisa menempatkan pada posisi yang tepat dan benar.
“Kajian gender kita sampai saat ini masih cenderung menyalahkan salah satu pihak dan inilah tugas akademisi untuk meluruskan,” tandasnya.
Sekitar 60 peserta yang datang dari berbagai daerah misalnya Semarang, Banyuwangi, Cirebon dan bahkan luar Jawa ini turut mengikuti Workshop Penelitian Responsif Gender yang digelar IAIN Surakarta tersebut.[KS]